Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Aku siapa

aku, bukanlah sebuah pengakuan bukanlah sebuah pujian bukanlah sebuah sanjungan bukan juga sebuah hiburan maka tak perlu kau mencariku aku, bukanlah sebuah hinaan bukanlah sebuah cacian bukanlah sebuah makian bukan juga sebuah umpatan maka tak perlu kau menghindariku aku, bukanlah sebuah kekuasaan bukanlah sebuah peradaban bukanlah sebuah dinasti bukan juga sebuah zaman maka kau tak perlu merawat dan mempertahanku aku, bukanlah sebuah ilmu, bukanlah sebuah kitab suci bukanlah sebuah wejangan bukan juga sebuah motivasi maka kau tak perlu menjadikanku pedoman aku, bukanlah Tuhan bukanlah bagian dari para malaikat bukanlah bagian dari Rasul bukan juga bagian dari bijak bestari maka kau tak perlu mempercayaiku karena aku, adalah seorang diri seperti sejatinya. Depok, 14 Desember 2013

Berkabung

malam ini rintik hujan yang manis mengguyur kota Depok, kota perantauan dimana kampusku bermukim, mungkin langit ikut berkabung atas apa yang terjadi pada kampusku hari ini 13 Desember 2013 hari ini, kampusku berkabung banyak suara yang diperkosa dibilik suara banyak hak yang tak terpenuhi di pesta banyak suara tak didengar dan tak diindahkan oleh pejabatnya banyak arogansi yang timbul atas kepentingan semata hari ini, kampusku berkabung banyak idealisme tergadaikan oleh tahta banyak akal sehat hilang karena tahta banyak persekongkolan karena tahta banyak kenyinyiran karena tahta banyak perpecahan karena tahta banyak saudara menjadi musuh karena tahta banyak air mata tumpah karena tahta hari ini, kampusku berkabung gedung terus menjulang tinggi tapi intelektualitas mendekati rata tanah rasionalitas tak lebih tinggi dari rumput liar disekitar pinggir jalan taqlid buta semakin membabi buta hari ini, kampusku berkabung banyak yang tak tahu rapat, memimpin dewan

Percakapan dengan Rayap

aku masih ingat, saat aku becengkrama dengan rayap yang menghabiskan kaki meja belajarku, tanpa ada keinginan mengintrogasi aku bertanya padanya "kenapa kau makan meja belajarku?" ia hanya menjawab sambil terus menggerogoti mejaku "emakmu berpesan padaku dari kampung sana, kalau meja belajarmu tak kau pakai, aku boleh menjadikannya sarapan pagi, makan siang, dan makan malam" lalu aku tertegun, aku bertanya lagi, "nanti aku belajar pakai apa?" dia dengan enteng menjawab. "memang kamu masih ingin belajar?" "masih lah bego!" jawabku kesal "lah, lu yang bego! lu lebih ngurusin orang yang nggak tau mau ngurursin lu atau kagak! mereka sekali dipanggil emak-emakannya pulang, lha elu? dipanggil emak lu yang benerean aja belum tentu pulang! siapa yang bego? hah?!!" aku tertunduk lesu, diam, lalu alunan musik "ibu"nya iwan fals mengalir ringkih dan rayap ternyata tak henti mengunyah, melihatku diam i

'amah membawa Cahaya

Pada matahari kupinjam sinar bulan, ku coba terangi seluruh alam yang kulihat tapi, apa?? orang-orang bodoh itu takut akan cahaya orang-orang dungu itu takut jika terang karena semua tak lagi samar, karena semua menjadi nyata bagaimana boroknya mereka bagaimana busuknya sistem yang mereka buat dan jalankan. mereka memangsa apa yang menurut mereka mengganggu untuk menyingkirkannya sekaligus menygenyangkan perut buncitnya mengatasnamakan cahaya menelan cahaya mengatasnamakan keadilan memancung keadilan mengatasnamakan kesejahteraan mengebiri kesejahteraan mengatasnakan kebenaran menipu kebenaran mengatasnakmakan agama menodai agama mengatasnamakan Tuhan tapi melah menuhankan kelompok sendiri lalu mereka takut jika aku datang meminjam cahaya matahari untuk menyinarinya takutnya masih sama kegelapan ini berakhir dan mereka tak punya kuasa mereka orang dungu yang selalu sami'na wa atho'na mereka orang bodoh yang selalu merasa benar sendiri pada jamaah ya

Janji Pada Widio

Depok malam ini hujan, menderaikan air yang akhirnya mengalirkan hawa dingin menyayat kulit ari yang melekat pada seonggok tulang belulang ini, romantis, ya, sangat romantis, bayanganku terlempar pada satu bulan yang sangat terasa panjang bulan november, segala tawa, tangis, canda, haru, marah, benci, curiga, ragu, yakin, keren, amazing, dan semua perasaan itu teraduk. semua ini pembuktian janjiku pada sahabat lamaku, Widio tak banyak yang bisa aku bantu tapi banyak yang terkorbankan tak banyak yang bisa aku beri, tapi banyak yang aku dapatkan ini bukan tentang kekuasaan, ini tentang bagaimana merangkai asa dimasa depan, ini bukan tentang kepentingan ini tentang kerinduan pada masa jaya tapi ini politik kawan panggung sandiwara di kampus intelektual yang tak akan lepas dari kemunafikan kau tak bisa selalu bertutur manis, kadang tawa nyiyir mengembang atau marah tiba-tiba meledak, sulit untuk mengambil air untuk memadamkan nyala api yang besar, alih alih mengam

Malam

Sedikit mata terpicing, melihat dewi malam yang meraja, pada kesepian dan kesendirian yang tak kunjung pergi pada rintih letih yang lirih aku tak mengerti lagi pada malam ini, pada gelapnya langit yang terselubung awan putih pada gemintang yang saling berkedip satu sama lain melihatku yang menatapnya penuh seluruh ah, andai aku bisa selalu berbaju putih dan memandang keatas, menerawang angan dan menembusnya, tapi ini seperti situasi komedi, mengalir untuk ditertawakan semua alam, oh malam, biarkan aku memahamimu sejenak agar aku bisa tenang, jika menjadi gelap seperti kesejatianmu. Depok, 18 Oktober 2013

Pada Puisi

pada puisi aku tumpahkan kerinduan pada puisi aku tumpahkan kekaguman pada puisi aku tumpahkan kegembiraan pada puisi aku tumpahkan kesedihan pada puisi aku tumpahkan kerisauan pada puisi aku tumpahkan kemarahan pada puisi aku tumpahkan kesendirian pada puisi aku tumpahkan kebersamaan pada puisi aku tumpahkan kenangan pada puisi aku tumpahkan rasa cinta pada puisi aku tumpahkan cerita tentang kita, pada puisi.. Depok, 17 Oktober 2013

Aku dan Teman

jika pada "teman bersyarat" aku sudah tidak bisa mengharapkan apa-apa lagi, maka tinggallah aku memilih untuk tetap disini sendiri atau pergi ketempat para "teman sejati" berada.. tapi, sebelum aku memilih antara dua pilihan itu, mungkinm aku ingin menyampaikan sesuatu yang selama ini telah mengganjal dalam hatiku yang bagai sebongkah batu keras ini. pada "teman bersyarat"ku, jika memang sudah tidak ada yang kau bisa ambil, minta, keruk, dan eksploitasi dari diriku, ya sudah pergi saja tidak apa-apa, nanti datang lagi saat aku punya banyak amunisi lagi, insyaallah pintu ini masih terbuka lebar dan semoga aku tetap tak berubah fikiran.. dan pada "teman Sejatiku", aku selalu rindu pada kebersamaan yang kau berikan, pada kehangatan yang kau ciptakan, dan pada gelak tawa yang kau nyanyikan dengan merdu, aku harap kau tak pernah bosan jika aku selalu datang dengan segenap keluh kesah, mengganggu waktumu, dan membuatmu tak tidur tepat waktu. insy

Pasrah

aku basuh seluruh muka dengan air yang menjadi suci karena bernama air wudlu, tiba-tiba saja terbesit sebuah pertanyyan pada diriku, "kapan aku benar-benar pasrah?" bahkan saat sujud dala shalatpun, aku tak sepenuhnya pasrah, tanganku masih kaku, masih sangat menyangga kesombongan yang tertanam dalam diriku. Apalagi pada setiap jengkal kehidupan yang telah aku lalui diluar ibadahku, sudah bisa dipastikan tidak ada kepasrahan sedikitpun.

Aku kangen kamu

Aku kangen kamu, kangennya itu banyak banget, seperti banyakanya buliran pasir yang kau injak sekarang dipadang arafah sana, tak ada orang yang tau jumlahnya atau mau menghitungnya, aku kangen kamu, kangennya itu seperti garis sejajar, yang sampai kapanpun dan sampai manapun diperpanjang tak akan ada yang nemu titik temunya, aku kangen kamu, kangennya itu kadang juga seperti garis berimpit, yang nggak terlihat mana garis satu, mana garis dua bener bener rekat sekali aku kangen kamu, kangennya itu kayak banyaknya bilangan real antara nol sampai satu, bisa sih kadang dihitung, tapi nggak akan selesai, aku kangen kamu, kanggnnya itu kayak senyummu yang tak pernah habis memberi keramahan pada sekeliling, dengan lekik pipi yang manis, aku kangen kamu, kangennya itu kayak jubah putih yang sekarang kamu gunakan, , menutup seluruh tubuhmu, lalu keindahannya cuma kamu yang tahu, aku kangen kamu, kangennya itu warnanya itu seperti slayer orange yang kau pakai saa

Hari tercerahkan

aku memandang pada hari yang tercerahkan, aku tak melihat kabut, yang kulihat hanya seberkas cahaya yang coba menyebar, merambat mengelilingi hari itu, tak ada lagi kegelapan, tak ada lagi keculasan, tak ada lagi kecurangan tak ada lagi kejahatan tak ada lagi pertempuran tak ada lagi pertikaian yang ada hanya harapan untuk melunasi hutang masa lalu lalu aku melihatnya, yang telah lama tak aku lihat, atau malah belum pernah, tawa anak kecil yang tulus, senyum orang dewasa yang ramah, tutur bijak dari kakek nenek didepan rumah menikmati sore, agama jadi jalan hidup, jadi laku, bukan lagi hanya sekedar ajaran dan pemisah halal haram. dan yang paling mengagetkan adalah tiba-tiba aku terbangun, dari semua mimpi indah siang ini Depok, 20 September 2013

Mencari Pertapa

Aku terus berjalan menyusuri tepian sungai yang tak kunjung kering, walau mentari sudah satu tahun lamanya terik membakar, dan saat aku melihat sekeliling, rindang pohon masih terlihat jelas menaungiku dibawah langit. aku tak beranjak dari setiap langkah lamunan yang aku pilih, aku tetap pada keteguhan hati mencari renungan pertapa, yang selalu mencintai dalam diam yang selalu menasehati dalam diam, yang selalu memberi ilmu dalam diam yang selalu tersenyum dalam diam yang selalu berbagi kearifan dalam diam yang selalu mengajari liku kehidupan dalam diam, dan membuatku berfikir memaknai diamnya. aku ikuti terus kelok sungai yang mengalir walau tajam tak peduli aku akan terjerambab, dan bahkan bertaruh nyawa, karena, disekelilingku butuh nasehat, yang menenangkan, bukan yang membakar serta merta. lalu jika aku sampai pada sang pertapa, aku akan duduk diam bersamanya tak banyak bicara, tak banyak cerita, semuanya biar mengalir, seperti aliran air yang aku ikuti

Berbicara Dengan Tuhan #34

Malam menjelang, Saat alam fikirku mulai melayang Dan muncul benih-benih kerinduan.. Tuhan, aku sangat rindu Rindu pada dunia, Dimana aku tak perlu tersenyum atau bahkan tertawa saat bahagia Dimana aku tak perlu menangis ketika sedih Dimana aku bisa merasakan keadilan penguasa, Dimana aku tak melihat lagi tipu muslihat Dimana aku tak merasakan lagi kecewa Dimana aku tak mengerti lagi makna pengkhianatan Dimana aku tak melihat lagi keculasan Dimana aku tak perlu berepot-repot lagi mengurusi birokrasi Dimana aku tak melihat lagi tawar menawar Dimana aku tak merasakan lagi penindasan Dimana aku tak merasakan lagi kegelisahan Dimana aku tak mengerti lagi makna persaudaraan. Dimana aku bisa merasakan pedihnya siksa, Dimana aku bisa merasakan nikmatnya kenikmatan Dimana aku bisa merasakan ketenangan Tanpa harta Tanpa nafsu Tanpa tahta Dimana aku bisa merasakan kedamaian Dimana aku tak mendengar lagi alasan Dimana aku tak perlu berbelit kata Dimana aku bisa meli

Gadis Beludru

aku hanya sekedar memandang kedepan, tak pernah aku lihat kain beludru itu menyelimuti tubuhnya, kali ini ia berbeda, ia datang dengan secangkir kopi dan kain beludru yang melilit tubuhnya, angin kemabng kempis meniup dedaunan, mencoba menggesek kulit-kilit ari yang tak terlindung, mereka tahu kapan manusia merindukannya, dan kapan cinta mendambakannya, lalu ketika ia berjalan perlahan, menyibak sisa sisa dedaunan yang gugur diterjang angin aku hanya menatapnya, tapi penuh seluruh, aku tak pernah melepaskannya, sejak pertama kali mata ini terpaku, pada juntai rambut yang berkibar dibawah topi rajutan. mentari tak mau kalah memperindah bumi, semburat jingganya menambah romantisme sore, syahdu, seperti harmoni yang dimainkan dalam nada sunyi. Depok, 27-08-2013

Hanya Ingin

Akalku tercekat oleh malam, Angin mengiris setiap buah fikir, Hanya gelayut ranting ranting tua yang mencoba menghibur kesepian ini, Aku ingin sesederhana bintang yang terlihat indah oleh penikmatnya, Ya, Penikmatnya saja, Bukan orang orang yang sibuk mngejar isi perutnya. Karena mereka tak tahu cara menikmati, Mereka hanya tahu cara mengejar saja. Aku ingin sesederhana lampu, Yang hanya dihidupkan ketika butuh. Aku tak ingin berada ditempat yang aku tak dibutuhkan. Aku ingin sesederhana orang gila, Yang tertawa dan ditertawakan, Tak peduli siapa aku dan siapa mereka. Ya aku hanya ingin..

Berbicara dengan Tuhan #33

Melihat kedip demi kedip bintang dimana aku hanya bisa menari menikmati, Tanpa lalu lalang rindu yang sama sekali tak aku mengerti Aku memang manusia Sang abdullah, Sang khalifatullah fil ard, Ya, Secara fitrah aku memang seperti itu, Tapi secara nyata, Aku tak lebih baik dari binatang jalang yang dikatakan chairil, Aku tak lebih baik dari kerbau yang dicocok hidungnya untuk membajak sawah. Aku sangat dungu, Mau saja menjadi abdulbuthun, Mau saja menjadi abdunnafs, Mau saja menjadi bala tentara setan yang merusak bumi.. Oh Tuhan,, Jika memang rindu ini hina, Maka hilangkanlah rindu itu dari hatiku, Jika memang cinta ini nista, Maka hancurkanlah. Aku tak ingin meminjam bahasa siapapun lagi, Ini bahasaku untuk-Mu wahai Tuhanku..

Benang

Ku rangkai semua benang yang terserak, Entah akan aku rajut menjadi kain yang bisa menghangatkanmu, Atau hiasan yang bisa mempercantik dirimu, Aku hanya sekedar merangkai, Tak peduli apa jadinya Jika kau tak suka, Maka akan aku biarkan benang itu terurai lagi, Seperti saat benang itu tergeletak begitu saja. Bila benang itu taj bertuan lagi, Maka aku hanya bisa menatap pasrah, Jika ia lapuk, Atau terseret angin dan ruwet, Aku hanya bisa berbisik, "sayang sekali tak ada yang merawatnya" Depok, 22 agustus 2013

Pantaskah?

pada alam aku bertanya, pantaskah aku mengucapkan selamat hari raya? apa yang aku rayakan? kesombonganku dalam ramadhan? atau sekedar basa basi saja mengikuti tradisi? pada hati aku berbisik, gembirakah engkau dengan datangnya Lebaran? yang benar benar "lebar", bubar.. atau, sedihkah engkau atas ramadhan yang kau lalui? sesedih apa? lalu, tatapan pada gelas kopi yang sudah kosong ini bercakap, kapan kunikmati lagi malam-alam seperti ini, malam dimana aku memanjatkan doa, lewat tengadahku, lewat syairku, lewat nyanyian liuk angin pada dedaunan, dan kapan kau akan menemani malamku lagi, wahai gelas kosong? oh,, tak apa, aku cukup ucapkan selamat idul fitri ini pada yang berhak menerimanya, sebagai kewajibanku, layaknya rumput dipadang luas,

Berbicara dengan Tuhan #32

sudah aku rasakan, apa yang sebenarnya tak ingin aku rasakan, ramadhan hampir berakhir, tapi layaknya penambang malas, aku tak menambang bijih bijih mineral berkah itu, malah pamer dan terus memaksiatkan diri, layaknya menemukan oase di padang pasir, lalu aku sibuk membanggakannya pada semua orang, lalu ketika sadar bahwa aku haus, aku mendekati oase itu lagi, dan ternyata air sudah kering, oh,, ramadhan, bolehah aku berjumpa lagi denganmu, kini pintu maksiat sudah siap dibuka lebar lagi, pintu hubbuddunya sudah lepas penghalangnya, tinggal menunggu waktu untuk terbuka dan aku memasukinya, lalu? bekal apa yang aku punya? oh Tuhan, ramadhan ini sepertinya aku sangat buruk, tak lebih baik dari ramadhan-ramadhan sebelumnya, maukah Engkau memberikan ghirrah ramadhan pada setiap bulanmu? dua belas bulan dalam satu tahun-Mu hingga aku benar-benar tunduk pada-Mu, tunduk pada kuasa sang Perkasa, tak lagi memberhalakan lainnya, Tuhan, dipenghujung ramadhan ini aku

Kedip Bintang

lama aku terdiam, melihat geming dedaunan tertiup angin yang memantulkan sinar lampu-lampu jalan, sembari menengadah, aku memandangi beribu gemintang yang tak surut oleh awan-awan tipis malam, kau tahu apa yang aku tunggu, kedip gemintang kawan, aku hanya bisa menunggu, bertanyapun hanya pada hatiku, kenapa bintang tak mau berkedip-kedip lagi setiap detiknya, seperti dulu, saaat semua alam tersenyum memandangku, tiba-tiba badanku lemas, himmah dalam diriku kandas, aku terpukur, terduduk, dan sekarang menunggu.

Berbicara dengan Tuhan #31

Tuhan, Tiba-tiba saja aku kaget, Ditengah derunya siang Sayup-sayup ku dengar nama-Mu diteriak-teriakkan. Semakin lama semakin dekat, Lalu tiba-tiba saja semuanya rusak. Tuhan, Mereka merusak mengatasnamakan-Mu Mereka menutup paksa karena katanya membela agama-Mu, Mereka berduyun-duyun membabi buta karena katanya memulyakan ramadhan-Mu. Tuhan, Bukankah Kau Maha Kuat? Maha Segalanya Tapi kenapa mereka bersikeras membela-Mu? Aku yakin kau tak perlu dibela, Mereka saja yang pethentengan berlagak membela, Padahal tidak lebih kuat dari apapun. Tuhan, Bukankah islam mengajarkan damai? Memberikan rahmat pada seluruh alam? Tapi kenapa mereka merusak mengatasnamakan islam? Ah, mungkin memamg mereka belum mengenal agama-Mu ini. Tuhan, Salam bagi sang baginda Rasul sang juru damai, Salam bagi kekasih-Mu, Semoga kaum beragama negeri ini bisa mentauladani beliau. Aamiin..

Berbicara dengan Tuhan #30

Tuhan, Sudah setengah bulan saja ramadhan-Mu lewat, dan aku? hanya menikmati lapar dan dahaga, hanya sesekali bersusah payah menggenapkan rakaat trawih, hanya sesekali saja mendengungkan lafadz-lafadz agung itu tanpa memaknainya, semuanya masih sama, maksiat lebih banyak dari rakaat, dosa lebih panjang masanya dari puasa, waktu terbuang sudah seperti air yang mengalir saja. Tuhan, Sudah hampir habis saja Ramadhan-mu tahun ini, aku niat puasa saja kadang masih lupa, tarawih saja masih sambil berlupa, tadarus saja masih banyak riya'nya. Tuhan, semoga kau beri aku kekosongan hati, tempat dimana aku bisa merenungkan keagungan-Mu, meratapi dosa-dosaku, melupakan kebaikanku, menyadiri kekerdilanku, dan menikmati Ramadhan-Mu, Tuhan, Hanya kata sufi yang aku pinjam ini, untuk mencoba bertaqorrub pada-Mu, kalau aku salah itu karena ketidaktahuanku, kalau aku benar, itu hanya kekuatan-Mu aamin.

Siluet Purnama

Kali ini, aku hanya bisa melihat siluetnya saja, Seperti tamparan, Ketika qunut mulai terbaca dalam witir, Ah betapa semua keindahan ini, Mengiringi segala tanyaku.. Pancaran yang aku lihat dari tempat aku duduk sekarang, Hanya sebatas memperlihatkan birunya langit Putihnya awan, Dan sedikit kerlip bintang. Tak seperti dulu, Kala aku melihat penuh bulat purnama. Aku merenung, Ragu pada nafas yang ku hirup, Ragu pada ribu tanya, Ragu pada degup jantung yang menggaung.. Entah ramadhan ini akan mengasihiku atau tidak.. Aku hanya berharap pada sebetik angin Yang mengalir menerka pelipis..

Begitulah Hidup

seperti udara yang menghembus, layaknya air yang mengalir, layaknya api yang berkobar, begitulah hidup, kadang udara berhenti berhembus, kadang air berhenti mengalir, dan api berhenti berkobar.. tak usah kau risaukan bila tak ada hembusan angin, tak usah pula kau risaukan bila air menggenang, tak usah pula kau risuakan bila api padam, karena mereka ada untuk saling mengadakan dan mentiadakan begitulah hidup, semua terlihat alami dan biasa saja.. tak perlu kau risau, sayang..

Hujan, ku mohon

Hujan, Kenapa kau berhenti? Aku ingin menikmatimu lebih lama, Walau aku tak bisa lihat bintang dan bulan seperti biasa, Aku rela Asal kau masih bisa menyirami kedamaian hati supaya terus bersemi, Hujan, Apa kau marah padaku yang hanya melamun ini? Atau kau tak suka ku tunggui? Jelaskan padaku hujan, Agar angin tak lagi mentertawakanku dengan desiran yang halusnya. Hujan, Apakah airmu habis? Jika iya, Bisakah air mataku menggantikannya? Aku akan keluarkan semua jika memang bisa menggantikannya. Hujan, Tolong jawab, Tolong jangan berhenti, Tak apa kau bersahabat dengan petir, Aku sudi hanya memandangimu saja, Tak kau hiraukan juga tak apa, Asal kau jangan berhenti, Dan meninggalkanku pada keheningan seperti ini. Hujan, Kumohon, Merintiklah lagi.. Depok, 22 Juli 2013

Berbicara Dengan Tuhan #29

Aku tak pernah menyadari, Langkah mana yang sebenarnya memberi arti, Karena aku tertutup tabir, untuk mengenal-Mu lebih dekat, Tuhan. Dosaku dan hinaku yang menjadi tabir, menghalangiku untuk melihat-Mu, sampai-sampai ingin sekali kupinjam syair abu nuwas ilahi lastu lilfirdausiahla, walal aqwa 'alannariljahimi ilahi, Duh Gusti, aku memang tak pantas menjadi ahli surga-Mu, tapi Tuhanku, aku juga tak kuat siksa neraka-Mu, aku tak munafik, aku tak kuat disana. fahablitaubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghofirudzambil'adzimi, maka, ampunilah dosaku, Wahi Gustiku, Karena sesungguhnya Engkau Yang Maha Pengampun segala dosa dari yang sekecil zarrah sampai yang lebih besar dari jabal nur. lalu saat aku menikmati syair ini, lalu saat aku merasakan enaknya dzikir, apakah itu bukan nafsuku Tuhan? jika bukan nafsu, kenapa aku tidak bisa mencoba lagi? Tuhan, maka bukalah tabirku ini, ampunilah dosaku hingga aku tak merasakan apa-apa lagi saat berdzikir dan

Mencari

Aku ingin mencari taman Dimana bunga tumbuh, mekar dan layu, Bukan hanya untuk memetik dan menghirup kewangiannya. Aku ingin mencari arena pertarungan Dimana aku memukul dan dipukul, Menendang dan ditendang, Bukan hanya sebuah kebanggaan dan kemenangan. Aku ingin mencari sawah Dimana aku menanam padi, Menyianginya dari gulma, Mengatur irigasinya, Bukan hanya memanen dan menjualnya. Aku ingin mencari sekolah, Dimana aku bisa belajar hal yang baru, Belajar mengemukakan pendapat Bukan hanya belajar bagaimana mendapatkan nilai yang bagus. Aku ingij mencari pekerjaan Dimana aku mendapatkan pengalaman, Mengenal karakter manusia Mengenal cara berinteraksi Bukan hanya sekedar mengidam idamkan gaji yang tinggi. Aku ingin mencari kehidupan, Dimana hati bisa tenang, Alam fikir bisa mapan, Tindakan bisa santun dan sopan, Bukan hanya kemewahan dan kemegahan sandang pangan dan papan. Aku ingin mencarimu, Dimana hidup telah kucari Dimana luka terobati, Dimana duka tergant

Bulu yang jatuh

terbang, tak tentu kemana arah angin membawa mauku, lamunanku menjadi nahkoda, kemana anganku bertepi dari pelayarannya. terlalu singkat semua ranah telah tergapai, hanya tak tahu saja kalau ternyata belum pernah sampai, sekarang aku tak mengerti, atau sebanarnya sekarang ini aku mulai mengerti? seperti bulu yang lepas dari sayap sang elang, dia hanya menunggu aliran angin mengecil untuk jatuh dan terinjak, kau tak lagi gagah seperti dulu, hanya sehelai bulu yang tak beda dengan bulu lainnya, tak memberi manfaat dan hanya sampah belaka. tak bisa jua mencari tuan yang baru ataupun kembali ke yang lama, tuan memang akan merasa kehilangan, tapi lihatlah, saat bulan berganti, posisipun terganti oeh bulu baru yang tumbuh ditempatmu. ya sudahlah, ikhlaskan, kau memang harus beristirahat dengan tenang, dan merelakan bumi ini menjadi miliknya yang baru. Depok, 18 Juli 2013

Pemerintahan Hati

Entah, apakah aku akan mengkomuniskan hatiku, Atau biarlah ia berdemokrasi. Karena siapapun akan tahu, Hati ini telah lelah dengan semua tirani akal, Serta otoritas kaum parlemen norma-norma yang ada. Bila memang canda harus terbuka, Tembok pencegah bainal masyriqi wal maghrib harus hancur, Agar tak ada lagi terlantar Agar terlihat lagi tawa yang berkembang di wajah serdadu-serdadu yang bibirnya telah kaku. Lalu aku biarkan denyut nadi berdemonstrasi, Menuntut alirannya lebih lancar ke otak, Dan dibersihkan oleh hati.. Karena mereka sudah muak dengan bungkam yang menindas mereka. Sungguh,tak bisa ku harapkan. Aku hanya bisa pasrah pada ketidakpastian, Entah kapan berakhir, Dan akan terasa damai Dengan pemerintahan cinta.. Wonosobo, 9 Juli 2013

Mengintip Alam

kuintip jendela yang mengalirkan cahaya, ku lihat angin begitu ramai, berbagi canda tawa bersama dedaunan dan dahan pohon, apakah aku iri? sepertinya begitu, dalam gelap aku hanya bisa menikmati, tanpa bisa memiliki, lalu  kualihkan pandanganku pada gemericik sungai, betapa merdunya ia bersenandung dengan bebatuan aku menikmati alunananya, betapa damai yang terasa. apakah aku iri? sepertinya begitu, dalam gelap aku hanya bisa menikmati, tanpa bisa memiliki, lalu, saat kau datang mengajakku beradu derai tawa dengan angin dan pohon beradu alunan indah dengan air dan bebatuan, aku tak pernah iri lagi, karena aku bisa memeliki semua. Wonosobo, 8 Juli 2013

Sajak

bila kau ingin mencariku, tak perlu kau membaca arah mata angin, tak perlau jua kau mencari rasi bintang, cukup kau baca sajak-sajakku, maka kau akan menemukanku, dalam hatimu yang rindu, pada padang luas, penuh dandelion yang ditanam Tuhan untuk kita tiup dan terbangkan bersama. bila kau ingin melupakanku, tak perlu kau buang kenanganku, tak perlu kau pergi jauh dariku, tak perlu kau bersembunyi di ketiak-ketiak bumi, cukup kau bilang padaku, maka aku akan segera pergi, membawa semua kenangan, melawan arah mata angin, memejamkan mata dari rasi bintang, dan berhenti bersajak bersama angin, karena aku mencintaimu, seperti cinta yang tak pernah diungkapkan api pada air. Wonosobo, 8 Juli 2013

meminta purnama

sekarang, memang bukan saat purnama bisa dipandang, tapi aku ingin memandangnya, untuk menemani malamku yang sepi, dan mengisi kekeringan yang ada dalam hati, apakah aku akan mengganggu peredaran bulan? jika aku terus memaksakannya? atau matahari mau membantuku memberikan purnama padaku, malam ini. kalau tak ada yang membantu, aku akan pergi sendiri mencari, hanya arjuna kecil saja bisa mengalahkan raksasa, maka, akupun pasti bisa,, kalau tak bisa, maka biarkan purnama sebagai imajinasiku..

Dandelion

Angin mengalir begitu damai disebuah padang rumput yang hijau itu, saat matahari sepertinya mulai tergelincir ke barat dan menemani dua insan yang sedang berlarian dan berkerjaran sambil tertawa lepas. Seakan-akan tidak akan pernah ada masalah yang akan mereka hadapi. Dua bocah yang berambut ikal itu sepertinya menikmati pertemuan pertama mereka. Dua pasang mata yang sorotnya tak pernah padam dari kebahagiaan itu menari-nari mengikuti tubuh yang membawanya. Akhirnya, dehidrasi membuat mereka lelah dan terlentang memandang kelangit biru yang berteman awan putih jernih. Mungkin untuk anak seumuran mereka yang masih belasan tahun tak akan tahu filosofi awan yang sangat bagus, bagi mereka awan ketika putih adalah hiasan indah yang menghiasi langit dengan bentuk yang bisa mereka sesuaikan dengan keinginan hati mereka, dan ketika awan hitam adalah awan yang menjadi penghalangnya untuk bermain diluar. “Dek, lihat awan yang disana, bentuknya kayak ayam ya..” kata Kufa Masih dengan senyum di

Umpatan

semua tersumpal keluh yang kau hentakkan, dasar lemah! bilang saja kau tak tahan, tak usah kau bawa-bawa murka alam, karena sebenarnya hatimu sendiri yang murka. alam hanya mengikuti reaksi hati, karena ia murni, suci, dalam setiap raga ataupun kedigdayaan, sudah, jangan ribut para kelelawar kembali kesarangnya untuk tidur, sebaiknya kau ambil pakaianmu, lalu pergi mengejek kelelawar. Depok, 29 Juni 2013

Iya, Kamu..

aku tak pernah tahu bagaimana ini bermula, bahkan sang angin pun lupa bahwa mereka pernah diantara kita, sang mentari hanya tersenyum ramah penuh misteri saat ku tanya, dan, semua terlihat tak perlu di tanya, saat kau datang dalam lamunku, dengan senyummu yang mungil, dan derai tawa yang lebih ramah dari sapa daun pagi ini, telah membuatku tersenyum simpul, dan menatap ada cahaya didepan. kau mengawali cerita pada sebuah lembar kehidupan dengan manis, dengan anggunmu, dengan tingkah bocahmu, dan semua lenggok kesopanan sang jawa. sepertinya aku belum pernah berdoa pada Tuhan  meminta bidadari dalam duniaku, tapi kau terkirim untukku seperti kabulan doa sang perindu, apa mungkin kakek buyutku yang telah berdoa untuukku? ah, itu urusan Tuhan, kau begitu anggun dalam setiap lekuk senyum yang selalu ku rindu. bak candu, kau ingatkan aku pada betapa pemurahnya Tuhan, dan dalam batasmu, kau membuatku seperti sadar ini adalah dunia. ini kesadaran yang membayang,

Lupa

suara halus mengalun lirih, tak menjemput siulan yang menderu pada gelombang di udara, mereka saling bertemu, tapi tak bertegur sapa, hanya karena sebuah alasan, lupa. lambaian para dedaun yang masih kuat terikat tangkai merapal, tak sekedar mantra supaya mereka tetap mendapat asupan, mereka merapal segala mantra, yang tiba-tiba hilang, karena lupa, sekali lagi, hanya sekedar alasan itu, yang membuat langit tak lagi marah menjadi petir, bumi tak lagi menghamburkan gempa, dan angin diam, bergerak dengan tenang memberi kehidupan. ya, lupa.. sampai sajak inipun dilupakan oleh lupa dunia.

Awan

bagai sedikit awan yang cerah, tak datang membawa hujan ataupun kilat, kau datang membawa warna putih, sebagai penghias hamparan langit biru, lalu, saat malam datang, kuceritakan awan itu pada bulan, ia hanya mengangguk setuju akan ceritaku, karena ia pernah merasakan hiasan keindahan yang kau buat, cerita yang bukan lagi fiksi, sebenarnya adalah lukisan indah dari Tuhan untukku, untuk alam semesta yang menerimanya, kau begitu mempesona, dalam tingkah yang tak semua orang menyadarinya. kadang kau menuntunku untuk tersenyum dalam rindu, dalam dekap malam yang mengharu, lalu kau tampilkan lagi singkatnya waktu yang menjadi saksi, pada setiap detik yang kita habiskan bersama. aku memang perindu, pada sifatmu yang lebih hangat dari mentari pagi, pada senyummu yang lebih segar dari embun dini hari, pada sikapmu yang lebih anggun dari merak dan merpati. Langit, sampaikan salamku untuknya, padanya yang telah mengajariku menikmati keindahan kepak burung yang terban

tanda tanya

aku seperti mengerti rangkaian bacaan yang kau tuliaskan, tak ubah dari sedikit cerita, penuh denga duka, lalu suka, apakah kau sadar burung itu berterbangan diatas kepalamu? melambai-lambaa mengajak kita bersamanya, sedangkan kau hanya bisa terbang dalam penamu, lalu dalam lamunanmu, apa pantas aku kirimkan sajak indah ini pada angin, supaya ia berlari membawanya pada sahabat lamamu, sahabat lamamu yang mana? sang pengagum awan? ia hanya mengagumi awan, tidak dirimu lagi. apa? kamu tak perlu dikagumi? ah tak mungkin, riuh rendah gerimis juga tahu, siapa yang gila kagum disini. sudahlah, biarkan sajak indahmu itu dinikmati mereka, yang tahu siapa dirimu sebenarnya.

Mimpi

Ombak berdesir di pelataran pasir putih yang berkilau disapa oleh mentari senja yang mulai menguning, ia beriringan menghempas bulir pasir-pasir yang tak berdaya. semilir angin berhembus menemani derai tawa para pengunjung pantai yang sedang menikmati senja. Termasuk empat keturunan adam yang masih asyik dalam renungannya masing-masing melepas lelah setelah bersatu dengan pantai menghempaskan segala kesahnya beberapa waktu terakhir ini. "Hei, apakah kalian pernah punya mimpi?" tiba-tiba saja Adul melempar sebuah pertanyaan yang mengusik lamunan sahabat-sahabat karibnya. "Pernah, sering malah, setiap tidur aku pasti bermimpi, hahaha " Jawab Age sekenanya, disambut derai tawa yang lain. "Mimpi enak yo Ge?" timpal Amar yang kembali disambut derai tawa yang lebih keras. "dasar madzhab selangkangan!" sambut Arah yang dari tadi hanya ketawa.. "Asem yo, ya nggak terus-terusan kalau yang itu, bisa mati lemes aku." Jawab Age masih dengan

Sejenak

angin mengalir membawaku pada bayang yang telah lama lalu, saat dedaunan yang kini menguning itu masih kuncup, saat ranting pohon yang mengering itu masih tumbuh, saat bangku taman terisi oleh semua canda tawa kita. lalu angin berhenti, dan meninggalkanku pada suatu ruang hampa tanpa udara, pengap, hanya gelap yang bisa aku lihat. aku tertinggal denga beribu kenangan didalamnya, lalu aku pejamkan mata, dan membiarkan masa lalu itu terputar kembali, seperti rol film yang siap tayang di bioskop ah, betapa indah ruang gelap ini, saat terisi semua kenangan lalu itu. tapi tiba-tiba angin datang lagi, menjemputku, menerbangkan semua kenangan itu lalu mengembalikanku pada dunia nyata..

Berbicara dengan Tuhan #28

cukuplah mulut ini terbungkam,  dan hati ini yang berdendang.. kuharap malaikat menari dengan dendang itu  serta syaitan semakin dekat menggoda.. lalu Tuhan?  ah,  biarlah Dia dengan sifat Jaiz-Nya,  aku tak mau ikut campur urusanNya.. cukuplah mata ini berbinar, dan hati ini menderas sendu, kuharap malaikat juga, serta syaitan bingung mau apa, lalu Tuhan?  ah,  biarlah Dia dengan sifat Jaiz-Nya,  aku tak mau ikut campur urusanNya.. Innalllaha a'lamu ma laa ta'lamuun, dan aku siapa? hanya manusia yang berharap, berdoa, dan berusaha.. Tuhan, Kaulah penolongku, Kaulah penopangku Kaulah rinduku, dalam kesucian yang kuharapkan, Hingga dalam kemunafikan yang aku tampakkan. Tuhan, semoga kau mengampuni hamba-Mu yang sok tahu ini.

Berbicara dengan Tuhan #27

debu-debu itu mulai basah dan berat ia untuk terbang, mereka basah oleh mata air penyesalan yang tak kunjung kering, penyesalan para pelaknat dan pendosa yang tau siapa yang mereka laknat dan siapa yang mereka ikuti juga, coba saja kau pergi ke alam renung, lalu tanya pada hatimu, siapa yang kau laknat, dan siapa yang kau ikuti? bukankah ia makhluk yang sama? ya, begitulah hebatnya syaitan, disatu sisi, kau melaknatnya seperti kau lebih suci dan lebih benar dihadapan Tuhan daripadanya, tapi disisi lain yang entah kau sadari atau tidak, kau menjadi pengikut setia semua ajakannya. seperti layaknya debu yang mengikuti arah mata angin. pantas jika pohon-pohon terpingkal melihat polahmu wahai bocah, kau lebih lucu dari semua komedian dunia, dan kau lebih munafik dari bala tentara perang yang tertebas punggungnya. wahai bocah, sudahi leluconmu itu, cepatlah menghadap, bersujudlah, aku yakin Tuhan masih menunggu tobat sujudmu. bukan aku sok menjadi nabi, aku hanya

mata bayi

terbitlah matahri, lalu surup lah ia dengan tanda bahwa rembulan akan berkuasa, menimang malam, dan meninabobo kan manusia, cerita masa lalu, seperti benang kusut yang merengek minta dibenarkan, aku hanya tersenyum saja, karena aku paham, ia kan minta dijahit jika sudah tak kusut lagi, aku tak mau tertipu lagi dengan mata bayi itu walau ketika melihatnya aku masih takluk, dan hati ini luluh. ah tak apa, sesekali menarik akal menjdi pedoman.. tak usahlah aku banyak cakap lagi, aku sudah hafal sorot mata bayi itu..

Candu

Sekali lagi, aku menikmatinya,, sekarang terbakar dalam debu, lho, didebu kok bisa terbakar? ya ini candu.. lalu, apakah yang bisa diprotes dari sebuah candu? kau tak usah mencoba protes, karena kau hanya akan dapat pantat dari semua ocehanmu. butuh sebuah kekacuan menghilangkan candu, kau perlu membuat sebuah keributan untuk melepaskannya, tak usah takut terluka, karena candu hanya bisa lepas dengan luka. kau tak usah bertanya, apakah aku sadar saat berkata semua ini? tenang saja, aku sudah mengalahkan canduku, tapi dengan candumu, hahaha.. apakah aku gila? ya aku gila candu, bukan  karena candu aku gila.. sekarang kau boleh membenciku, asal kau lepas dari candumu, negeri ini penuh candu, candu dajjal yang dramalkan, jika kau lepas dari candumu, aku yakin dajjal menangis, tapi jangan kira malaikat dengan mudah tersenyum, karena mereka khawatir, candu itu lepas karena candu yang lebih dalam, ia masuk kehati, yang kau sendiri tak mampu menjamahnya,

Omong kosong

aku tiba-tiba melayang, saat bulan menghilang karena bulan baru, ah sebenarnya bukan menghilang, hanya keterbatasanku saja tidak bisa melihatnya, aku sudah bosan berbicara soal cinta, aku ingin merasakannya saja, aku sudah bosan berbicara tentang masalah aku ingin menyelesaikannya saja, aku sudah bosan merasakan rindu, aku ingin mengobatinya saja. tapi aku tak tahu bagaimana caranya, apakah aku harus merasakan cinta melalui sajak? apakah aku harus menyelesaikan masalah dengan deklamasi syair? apakah aku harus mengobati rindu dengan menulis puisi? ah, sebenarnya aku ini hanya omong kosong, tak lebih bagus dari bualan beo yang seenaknya berkicau..

Kau Radio

aih, lagu kesayanganku baru saja selesai, selesai juga gendang telinga ini ditabuh oleh suara musik yang lama ku rindukan, lau aku menunggu lagi lagu kesayanganku diputar lagi, walau tak tahu kapan diputar, memang, playlist yang dimiliki tak dapat ditebak, kadang membosankan, tapi tak jarang memberi kejutan, begitu juga kau, tanpa tendensi, kadang membosankan, tapi tak jarang memberi kejutan yang indah dalam hatiku, lalu, setelah lagu, terputar iklan-iklan yang kadang bikin sebal kadang juga bikin ngakak, setelah itu banyolan dari penyiar yang sering membuat telinga ini menyuruh mulut terbahak, begitu juga kau, tindakanmu kadang bikin sebal, kadang juga bikin terpingkal pingkal, aku tahu kau tanpa tendensi, dan aku tahu kau hanya ingin didengarkan, tapi aku akan memberikan lebih dari kasih sayang, terimakasih telah menemaniku, kau adalah radio yang nyata dalam hidupku, dengan frekuensi kasih, dan acara-acara kehidupan.. mari kita lanjutkan sandiwara radio

Berbicara dengan Tuhan #26

ku saksikan semilir angin, ku nikmati rintik hujan, ku berikan sedikit kebaikan yang mungkin aku punya, ku pasrahkan segala dosa untuk disiksa, Tuhan, mungkin saja diantara semua hamba-Mu akulah yang paling hina, akulah kemunafikan yang Kau ceritakan, Tuhan, bimbinglah aku, agar lebih baik dari hewan, agar lebih bermanfaat dari tumbuhan, agar lebih mulia dari malaikat, agar lebih dekat dengan-Mu Tuhan, saat aku berkaca, hanya tumpukan dosa yang aku lihat, mereka tertawa terbahak-bahak seperti siap mengirimkan aku ke neraka, Tuhan, aku tak takut pada neraka, aku takut pada marah-Mu. Ampuni aku Tuhan, Kasihanilah aku Ya Arrahman, karena aku tak punya apa-apa, semua ini milik-Mu, Tuhan, tetapkanlah imanku pada-Mu, amin,,

Biarkan Alam Berkehendak

lalu harapan apa yang menaui kebohongan ini? masihkah alam mau memakluminya? atau mereka hanya sekedar mencari nafas dan tersenyum melihatku berbohong pada semua riuh rendah kehidupan, pelak sudah aku lelah dengan kerinduan yang membabi buta ini, aku menjadikan manusia kuat, dan aku melemahkan yang sebagian, sedangkan hati ini terus terbengkalai dalam lubang-lubang sunyi terpenjara tanpa jeruji, api, jadikanlah aku sebongkah api yang akan habis terbakar, sebelum aku terbakar api yang abadi, air, alirkanlah segala darah dalam nadiku, sebelum aku dialirkan darah kepada tumpukan nanah, angin, terbangkanlah aku ketempat lapang, sebelum aku terjepit dan tak bisa kau bawa terbang. tanah, ingatkanlah aku pada muasalku, sebelum aku bersatu denganmu lagi, Tuhan, ampunilah segala kemunafikanku..

Penyesalan

aku seperti kembali pada lorong yang sangat dalam, gelap, tak ada sedikit pelita pun yang tersisa, lalu aku tertunduk, walaupun sama saja, saat aku tertunduk, atau saat aku tengadah sama saja aku tak melihat apa-apa. daya yang ku punya terserap gelap begitu saja tinggal hati yang tersisa, semua alam fikir telah terhisap oleh dahsyatnya masa lalu yang kelam. oh, apakah ini yang dinamakan menyesal? tapi bagaimana jika itu terulang lagi? sungguh beribu daya yang sudah terkumpul hilang aku tak bisa mengambil keputusan.. oh kasihku, maukah kau mengajariku menghadapi gelap? atau menuntunku keluar dari lorong ini.

Rumput yang Malang

seperti aku tak mengerti silih bergantinya hari, aku benar-benar tak menyadari apa yng telah membuat rumput itu mati, aku sudah berusaha tak menginjaknya, aku juga tak lupa memohon hujan untuk menyiraminya. namun seperti yang terlihat, batangnya patah, dan mengering, aku tak tahu sibuk manusia mungkin telah menginjaknya membunuhnya tanpa sengaja. lalu? apa guna aku merawatnya? kalau sekarang untuk melihat senyumnya saja aku harus memutar otak berisi semua kenangan yanga ada senyumnya. aku ingin sekali meratapi matinya, tapi aku tidak mau dibilang mengada-ada, atau berlebihan, padahal aku sangat kehilangan, tapi karena cuma aku yang memperhatikannya, wajar jika aku menangis aku dikatakan gila, ah dunia, kau sangat hebat memanipulasi manusia, menjadi seperti kuda yang ikut-ikutan rombongan ke pasar, tanpa tahu mau apa dia kepasar..

Sesekali

Sesekali Aku ingin Seperti Gus Dur melihat manusia seutuhnya, dan membimbing bangsa bedemokrasi dengan cerdasnya. sesekali aku ingin seperti Jalaluddin Rumi, mengarungi telaga hikmah, tanpa peduli gemerlap dunia sesekali aku ingin seperti Bung Karno, yang meraja di Podium, dan mengolah kata menjadi Negara, Sesekali aku ingin seperti Tan Malaka, Negarawan yang selalu merdeka, lalu menjadi apcar merah Negaranya, sesekali aku ingin seperti khalil gibran, mencintai yang sejati dengan sejati, tanpa ragu hatinya akan mati, lalu mengalirkannya dalam sajak cinta yang abadi. sesekali aku ingin seperti Rendra, menyair panggung, dan setia berjuang dengan sajak-sajaknya sesekali aku ingin seperti Gus Mus mengajari tanpa menggurui, berdakwah dengan kerendahan hati, selalu tawadlu' pada ilmu Ilahi sesekali, aku ingin seperti ayahku, mendidik dengan hati, sabar serta selalu menghargai, ya, hanya sesekali, aku ingin menjadi orang hebat seperti mereka, k

saat

kadang aku ingin sekali bertanya pada bapakku atau emakku, " nopo pake kalih make niku mboten getun nguliahke kulo?" hm, tapi tak pernah kesampaian, dan mungkin sampai kapanpun tidak akan pernah kesampaian. pertanyaan simple ini adalah bentuk dari semua teriakan yang selama ini angin aku ungkapkan, bagaimana tidak, 3 tahun kuliah dan rasanya aku tidak mendapatkan apa-apa yang benar-benar spesifik dan tahu untuk apa sebenearnya aku belajar ini semua, mungkin untuk mata kuliah standar aku bisa lolos, ya hanya sekedar lolos, dan mata kuliah yang "bener-bener" matematika udah kaya kebo aja, cuma bisa melongo. tak hanya mata kulaih dan seputaran pelajaran, tapi pergaulan, lingkungan, semuanya aku tak mendapatkan hal positif yang aku inginkan, karakterku menjadi benar-benar karakter yang aku benci, disini akhirnya aku menjadi sesuatu yang aku bayangkan bakal menjadi musuhku kelak dikehidupan dewasa. tapi, aku sudah memulai, aku sudah membuat ini sebagai tatanan hidup, a

Mata Perindu

pendar memulai semua rasuk cahaya dalam mata, kadang terawang membelah karang untuk terus berlayar, tak takut akan karam saat semua mata gentar, ia hanya menyembunyikan takutnya pada rindu, ia berjuang untuk membuktikan cinta, karena ia tahu, yang hakiki ada diantara mereka, ini bukan bahasa syekh siti jenar, atau ki ageng pengging, tidak juga ini bahasa al halaj dari jazirah arab, ini hanya bahasa mata yang tak kuat disangga nafsu. keitka ia berusaha tersenyum, rasanya alam banyak tak menerimanya, bukan karena jijik, tapi karena mereka tak tahu, ia tersenyum pada sang Maha Senyum yang tak diketahui siapapun, dan dipesisir itu, ia mencoba memecahkan sandi-sandi langit yang bak karang, ia mengeja arah matahari, ia mengeja sinar angin, lalu ia menancapkan satu pengikat pandang yang tajam, untuk dijelajahi dan menari bersama para sufi.. Depok, 2 Juni 2013

Lalu

tak kaget jika tiba-tiba aku berbicara "lalu", karena sesungguhnya ku telah memulai semua yang kau katakan itu. hanya saja mungkin aku tak mengerti kalau yang sebenarnya telah kau cita-citakan itu telah aku jadikan laku dan renungan. singkatnya ketika aku bertanya "lalu" apa? berarti aku masih respek untuk mendengarkanmu sebagai pengingatku. Mungkin ini adalah sebuah kesombongan yang terasa dibuat-buat, tapi ini semua kulakukan untuk menutupi semua nostalgia indah yang pernah kita lalui pada derit pintu, bersama hembus angin dan rindang seluruh pephonan yang mau menemani dan menjadi saksi, belum lagi jika kita ingat malam-malam yang telah memberikan waktu pada rindu ini untuk terus membara, malam yang dingin, serasa ingin dihangatkan oleh kobaran rindu yang kita ciptakan. Ini tidak sekedar tentang kata "lalu" yang mudah diartikan tentang masa yang sudah kita lewati, ini adalah tamparan untuk masa depan, "lalu" yang bertanya apa selanjutnya. kau

Bahasa Cinta

Tadi, sempat aku pinjam bahasa cinta senja yang jingga dan menawan, tetapi sepertinya temaram malam terlalu pekat untuk tahu bahasa cinta sang senja. aku sempat tak mengerti apa yang harus aku lakukan bila bertemu malam, aku tak punya bahasa cinta universal, aku juga tak tahu bahasa cinta malam yang dingin itu. yang aku bisa, hanya meminjam bahasa cinta sang mentari saat indahnya berada di ufuk timur atau ufuk barat. Oh iya, sampai lupa bahwa aku belum meminjam bahasa cinta sang rembulan, mungkin ia tahu bahasa cinta sang malam. Namun, apakah itu mungkin? cahaya cinta sang bulan saja hanya pinjaman dari mentari. bagaimana ia punya bahasa cinta sendiri? haruskah aku bertanya pada gemerlap bintang yang saling senyum dan bertegur sapa itu? Ah, sepertinya aku terlalu pesimis. Memang, seperti yang sudah ku bilang, aku tak mempunyai bahasa cinta yang diminta malam. padahal aku sangat mencintainya, aku mencintai kepekatannya, kehitamannya, kedalamannya, ketenangannya, kejujurannya, dan aku

Pengharapan Renung

memang sebaiknya adalah menjadi kuat akan diri sendiri, bergantung hanya akan menyebabkan kekecewaan dalam hati. Berat? memang sangat berat, tapi tak ada harga murah untuk berlian yang mengkilat. karena butuh usaha keras juga untuk mendapatkannya. sore ini aku tersadar akan satu hal. ketika kita melakukan sesuatu kebaikan dimanapun, kapanpun, bagaimanapun,a papun, kepada siapapun, jangan pernah kita berfikir kalau suatu saat kau akan mendapatkan kebaikan yang sama seperti apa yang sekarang sedang kita lakukan. karena tak semua orang memiliki hati dan prioritas yang sama dalam hidupnya, mungkin kita yang terlalu pede atau terlalu berfikir bahwa dengan perlakuan baik ini nanti akan bisa berimbas pada kita sendiri suatu saat kelak. Hmm, sepertinya itu memang khayalan untuk kota semegah metropolitan ini. saat kau berbuat baik, langsung saja lupakan, dan berdoa supaya kau tidak perlu untuk ditolong seperti kau sedang menolong sekarang, bukan berdoa, semoga jika aku mengalaminya ada yang m

Berbicara dengan Tuhan #25

sempat aku mencoba membuka gerbang langit, melalui semua ibadah-ibadahku, lalu, tiba-tiba malaikat datang, pada hati, dan mengatakan, sombong sekali kau dalam ibadahmu, itu hanya sekedar nafsumu, lalu ku coba membuka pintu langit dengan amalku, sang setan datang bersama kroninya, lalu dengan pongah ia berkata, sudahlah, mari temani saja kami keneraka, amalmu itu tak lebih dari riya' dan ngujub, lalu dengan apalagi ku cuba buka pintu langit-Mu wahai Tuhanku.. memang hanay sifat rahman rahim-Mu lah yang dapat menolong hamba yang dzalim ini, Rabbana dzalamna angfusana, waillam taghfirlana, watarhamna lanaa kunanna minal khasiriin.. amiin

Berbicara dengan Tuhan #24

saat aliran suara itu merdu dalam bingkai renung yang dalam, aku terjerambab pada kenyataan dunia yang begitu riuh tanpa ada tongkat, hanya sekedar tekad yang tersiram minyak-minyak babi, terbumbui.. lalu ku coba dekap suara manis itu, suara tadabur pada sang Rahman, tadabur tentang segala terang kemunafikan, sampai-sampai suara petir mengglegar, lalu, aku menutup telinga, Astaghfirullah, apakah aku termasuk dalam kemunafikan yang Kau terangkan, Tuhan? Tuhan, maafkan kemunafikanku, yang disengaja ataupun tidak, dalam setiap laku, rasa, karya, dan segala apa yang aku punya.. Tuhan, aku takut pada-Mu.. saat matahari masih terbit, atau saat matahari tenggelam, tadaburku tak seindah mereka, tapi aku selalu berusaha, memperindah Engkau, dalam runduk bahasa hamba meminta ampunan dan Ridha-Mu..

Berbicara Dengan Tuhan #23

aku termenung dengan setumpuk pertanyaan menggunung tentang diriku, tentang kehambaan yang jadi perdebatan hati dan akal, lalu aku mencoba berjalan mencari jawabannya, saat aku melihat banyak manusia dengan semua perbedaan sifat-sifatnya, aku merasa siapa diriku diantara mereka dihadapan Tuhan nantinya, saat aku melihat betapa luasnya langit yang tak berbatas, aku merasa, siapa diriku saat dalam dekapan padang mahsyar yang begitu luas, saat aku melihat matahari yang begitu bermanfaat, aku merasa, siapa diriku diantara lautan manfaat yang telah diberikan sekitarnya. saat aku melihat pepohonan yang meliuk-liuk menari ditiup angin, aku merasa, siapa diriku diantara semua ketawadluan dan kepasrahan pepohonan terhadap Tuhannya, saat aku melihat hewan-hewan yang berkeliaran lalu lalang, aku merasa, dimana akalku yang katanya bisa lebih baik dari mereka, itu yang aku lihat, sehingga aku bisa memaknai, lalu bagaimana dengan yang menciptakan benda terlihat ini semua? kekuasaan

Kabut Rindu

apa benar yang aku rasakan? ini bukan sekedar duri yang menancap pada kehidupan, tapi ini sengatan lebah yang memberikan bengkak pada sekitarnya aku seperti orang gila, mencari rindu, mencari sepercik sinar matahari pada gelapnya malam, ah betapa bodohnya aku, aku memiliki rembulan, dan aku menginginkan matahari, sungguh rindu tak berperi yang sedemikian hebat, tapi alam melarangnya setahuku, aku tak memberi apa yang biasa akau beri, tapi aku menerima apa yang biasa aku terima, bahkan lebih, sampai aku bertanya pada angin, apakah engkau kuat menerimanya wahai angin? apa jawabnya, ini terlalu menakjubkan, silaunya membuatku tak bisa membawanya, sepertinya kabut itu yang membawa rasa, menyembur pada penjuru rindu, lalu meninggalkannya semena-mena, tak berikan aku bernafas dengan semua itu, aku terlalu berekspektasi, semua seperti tak terpatri. sekarang biar aku terbang, aku tak peduli lagi, aku ingin sebebas aku memeluk matahari walau mati, mati denga kete

Berbicara Dengan Tuhan #22

Tuhan, kini aku datang dengan segala kesah dalam hati, aku seperti tertampar oleh semua hujan yang datang tiba-tiba dari terang yang tanpa berawan, Tuhan, saat kau gelapkan malam, aku meminta terangnya siang, saat kau terangkan siang,  aku minta gelapnya malam, itulah aku Tuhan, Makhluk-Mu yang tak pernah bersyukur oleh semua nikmat-Mu Tuhan, aku datang dengan segalah perih dihati, dan aku tak pernah datang barang sedikit dengan bahagia di hati, aku menyadarinya, dan memohonkan ampun untuk diriku yang semna-mena. Tuhan, Masihkah neraka begitu jauh dariku seperti saat aku bayi? masihkah surga begitu dekatnya dariku seperti sebelum balighku? atau sekarang sudah berkebalikan, Neraka yang begitu dekat, dan surga yang begitu jauh dari hamba-Mu yang hina ini? Tuhan, dalam derap langkahku, aku memohon ampun dengan mencoba ikhlas beristighfar, aku memohon ampun dengan segala pasrah pada-Mu walau aku tahu, aku selalu bigini, tapi ak

Jalan Singkat

saat ku rindu pada malam kau dengungkan sedikit nyanyian yang lama ku ingin dengar, aku seperti melihat kedamaian yang abadi pada hati yang hilang seperti menepi dari pelayaran maha panjang nan melelahkan, aku risau saat rindu ini tiba-tiba terjawab olehmu, aku seperti menerima hadiah yang selalu kudambakan,  tapi aku tak pernah berani memilikinya, bukan karena takut,  tapi merasa tak pantas memilikinya,  lalu kau dekap aku,  sebagai pertanda hati itu benar adanya.. aku seperti kesurupan,  aku seperti ditengah-tengah,  antara ingin menghindar atau ingin bahagia. benar-benar tak percaya dengan semua ini.. lalu kicau burung mengiringi kita terbang pada semua masa lalu yang sama, tidak,  tak hanya burung, tapi deru mobil juga mengiringinya. disitulah kau genggam semua hatiku,  kau biarkan hatiku menari,  dan kita menikmatinya. lalu, saat aku harus sendiri lagi,  setelah jalan singkat ini selsai ku benar-benar kejang merindu. berharap kau datang lagi disaat aku