Skip to main content

Bahasa Cinta

Tadi, sempat aku pinjam bahasa cinta senja yang jingga dan menawan, tetapi sepertinya temaram malam terlalu pekat untuk tahu bahasa cinta sang senja. aku sempat tak mengerti apa yang harus aku lakukan bila bertemu malam, aku tak punya bahasa cinta universal, aku juga tak tahu bahasa cinta malam yang dingin itu. yang aku bisa, hanya meminjam bahasa cinta sang mentari saat indahnya berada di ufuk timur atau ufuk barat. Oh iya, sampai lupa bahwa aku belum meminjam bahasa cinta sang rembulan, mungkin ia tahu bahasa cinta sang malam. Namun, apakah itu mungkin? cahaya cinta sang bulan saja hanya pinjaman dari mentari. bagaimana ia punya bahasa cinta sendiri? haruskah aku bertanya pada gemerlap bintang yang saling senyum dan bertegur sapa itu? Ah, sepertinya aku terlalu pesimis.

Memang, seperti yang sudah ku bilang, aku tak mempunyai bahasa cinta yang diminta malam. padahal aku sangat mencintainya, aku mencintai kepekatannya, kehitamannya, kedalamannya, ketenangannya, kejujurannya, dan aku sangat paham, ketika semua orang mengatakan ia gelap, aku tak setuju, karena kegelapan yang mereka katakan hanya terlihat oleh kasat matanya, sedangkan hakikat kegelapan mutlak itu tak pernah ada. cinta selalu saja begini. tak pernah mau tahu keadaan sang pecinta, ia hanya tahu keadaan yang dicinta.

rinduku pada malam seperti rindu yang tak seorangpun tahu, tidak tidak, bukan tak seorangpun tahu, tapi lebih tepatnya tak ada seorangpun yang mau tahu hal itu. buat apa mencinta malam jika siang lebih nyata dan lebih memberi keindahan? pasti begitu pikir mereka, kalian tidak tahu kawan, pesona malam sangat indah, lebih indah dari semua tatanan warna pelangi disaat cahayanya terbias oleh rintik hujan.

malam, kau pasti mendengar semua jeritku kan? ini jerit perindumu, ini jerit pecintamu yang sejati. aku berani mengaku yang sejati karena aku belum menemukan saingan untuk bersaing mendapatkan cintamu. tapi maaf, aku belum menemukan bahasa cinta yang kau minta..

Depok, 1 Juni 2013

Comments

Popular posts from this blog

Betapa Welasnya Gusti Allah

Akhir-akhir ini saya merasa muak melihat twitter dan facebook yang kebanyakan membicarakan kasus korupsi yang disebut fitnah lah, konspirasi lah, ketahuan belangnya lah, dal lain sebagainya, banyak sekali pro kontra yang terjadi, Terlapas dari saya yang memang nggak suka sama sekali terhadap partai-partai politik yang sok suci  dan membela rakyat tapi akhir-akhirnya "ngadali" rakyat juga, yang sangat saya sayangkan adalah akhir-akhir ini semakin marak agama diperjualbelikan dan semakin marak nama Tuhan dijadikan alat jualan supaya dagangannya laku keras. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang brengseknya beberapa oknum yang jualan atas nama Agama dan Tuhan, tapi saya ingin lebih membahas betapa pemurahnya Tuhan terhadap makhluk-Nya yang paling brengsek dan paling keji sekalipun. Ide tulisan ini saya dapat ketika saya kembali membaca kitab ta'limul muta'alim yang sudah berdebu diatas lemari karena sok sibuknya saya sampai malas membacanya. setelah s

Ketua Angkatan Namanya

Jika kau pernah kuliah atau sekarang sedang kuliah, pasti kau tahu jabatan yang diberi nama “ketua angkatan” ini. memang sih jabatan ini tak setenar ketua BEM, Ketua DPM, atau Ketua lembaga lainnya. Jabatan ini hanya jabatan kultural yang tugas dan wewenangnya tidak tertulis dimanapun, tidak di AD/ART, Preambul, atau undang-undang IKM. akan tetapi jabatan ini akan sangat penting ketika sebuah angkatan mengadakan acara yang tidak punya panitia, atau ketika ada permasalahan yang terjadi. Jabatan yang tidak punya tugas dan wewenang secara tertulis ini menurut saya hanya sebatas abdi, kawulo yang bertugas melayani orang-orang diangkatannya. namanya juga jabatan kultural, ya nggak pernahlah disuruh ngasih sambutan atau tanda tangan seperti ketua lembaga. Tapi jika kita menengok tugas yang di emban oleh mereka yang tidak tertulis itu sangat berat (bagi yang mau mikir). Ya nggak berat gimana, ketua angkatan bertanggung jawab atas angkatannya, jika ada tugas angkatan dia, jika ada permasalah

Tuhan, akulah sang pendosa

Tuhan, dalam ku termenung, aku melihat cahaya tertutup mendung. Terbingkai kabut, dan terlihat tarian rintik hujan membasahi bumiMu yang kerontang.