Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2015

Ada Rasa

Aku kembali pada rindu yang mengutukku, Pada rasa yang selama ini menghantui setiap kedip mataku membuatku terus menimang gamang apakah benar yang sedang ku rasakan daun tetap setia menemani angin menari tak peduli nanti hujan atau tetap terik seperti siang siang sebelumnya toh, yang ia sadar ia tak akan lelah menari sampai menguning dan mati. sama seperti daun yang menari, ada rasa, yang sepintas seperti bara yang sepintas kemudain seperti bongkahan es atau kadang seperti gabus rasa yang selalu ada tak peduli seperi apa bentuk akhirnya ia hanya dibiarkan saja berganti ganti sampai menetap pada satu aliran nadi. Depok, 28 Juni 2015

Waktu lagi

Berapa kali harus ku utarakan lagi, aku tahu telinga sahabat sahabatku juga sudah bosan mendengarkan ceritanya, tapi yang aku merasa aneh adalah, kenapa aku tak pernah bosan mengingatnya atau menceritakannya? Kadang aku bingung, sebegitu dalamkah, sehingga untuk keluar dan meninggalkannya pun susah. Seperti hari yang kulalui dulu, semua masih sama, hanya waktu saja yang terus berjalan dan tak mau sama. Bukankah aku pemegang prinsip "waktu selalu bijaksana"? tapi kenapa sekaranga aku malah seperti ingin mengutuk waktu? Maafkan aku waktu, jika aku membuatmu sedikit terganggu dari pengagummu ini. Waktu, kau selalu mengajariku cara berjalan yang sama, dari zaman aku mengetahuimu, mengenalmu, membencimu, mengagumimu, kau tetap bertahan dan berjalan tanpa menambah kecepatan atau mengurangi kecepatan.

Selamat Ulang Tahun

 sumber gambar : https://scout1986.files.wordpress.com/2010/01/jasmine480.jpg?w=480 Untuk kesekian kalinya. kau berulang tahun, untuk kesekian kalinya juga aku tak melihat wajahmu saat mengucapkannya. Dari saat kau berumur 16 tahun dulu sampai sekarang usiamu yang ke-23 aku hanya bisa mengucapkan dalam pesan singkat dan doa yang singkat pula. Mungkin bagimu, ulang tahun bukan hal spesial, seperti saat ini, kau tak pernah menunggu ucapan dari siapapun atau kejutan dari siapapun, aku tahu itu. Yang ku tahu, kau tak begitu menikmati momen-momen seremonial seperti ini. Kau lebih suka menikmati doa-doa yang terpanjat untukmu di momen-momen ini, tapi tetap dengan tidak berharap lebih. Selamat Ulang Tahun, sekali lagi tak akan ada kado seperti sebuah kado yang dulu telat aku berikan saat akhirnya aku memilih untuk jauh. Waktu itu, 5 tahun yang lalu, aku sedang dalam pengharapan yang lebih untuk menunggumu. Kini, tulisan seperti inilah yang hanya bisa ku berikan untuk tetap mengenang

Pulang

langkah setiap jengkal, ditapak dengan penuh harap pada nadi yang katanya kebebasan tanpa melihat apapun di depan Setiap pulang selalu ada ekspektasi tanpa kendali, Cuma bisa senyum dan ketakutan yang bercampur. Hanya di sini, Aku merasa bisa tersenyum bangga dan tiba tiba berfikir keras karena cemas, Hanya dirumah ini, Kehangatan manja dan tanggung jawab tak pernah ada satir yang menghalanginya. Hanya di sini, Saat pulang ada kelegaan dan harapan. Di sini, aku bisa menangis saat menang, dan tersenyum saat kalah. Pulang. Wonosobo, 14 juni 2015

Masih Senja Jakarta

Masih senja jakarta, Yang jingganya terpantul kemana mana, Seperti seribu mata dewa yang menempel di kaca gedung gedung perkasa Masih senja jakarta, Dimana para pekerja pulang ke peraduannya Membawa keringat dan lelahnya Mungkin ada sedikit cerita Yang kalau anak muda Pasti habis di coffe shop atau tempat makan cepat saji Masih senja jakarta, Saat angkutan umum penuh sesak dengan dera dera lelah Muka muka kuyu dan rindu sepertinya. Yang berbeda disetiap tanggalnya. Masih senja jakarta Lampu lampu kendaraan mulai membentuk warna merah putih Berderet deret, Dengan sedikit hiasan suara suara klakson ketidaksabaran. Masih senja jakarta, Pedagang pedagang kaki lima berjejer dipinggir jalan Bersanding dengan kaum peminta minta Yang kadang membuat anaknya yang tak tau apa apa sebagai pengiba. Masih senja jakarta, Saat rumah rumah Tuhan yang megah Mulai melantunkan ayat ayat merdu dari kaset, Dan menunggu jamaah, Yang sebenarnya selalu sama, Kakek kakek sekitar, imam,

Hati Sebiji Kopi

sesempurna kopi yang diseduh dengan air mendidih halus, tak meninggalkan bekas ampas putih diatasnya hati ini, ya, hati ini dalam keseimbangan yang tak pernah tergoyahkan usia kopi yang dipetik dari tangkainya telah melewati masa dimana mereka dibiarkan diteriknya matahari, lalu di giling begitu saja dan diseduh dengan air mendidih dipaksa bercampur dengan gula bagaimana tak sempurna ke seimbangannya? hati ini seperti sebiji kopi dia juga di bakar teriknya amarah dan digiling oleh kejamnya lawwamah, lalu dipaksa bercampur oleh sulfiah. tapi belum sampai ia mencapai keseimbangan mutmainah. tunggu saja, sampai aromanya merasuk pada setiap selah hidung dan menenangkan setiap saraf otak yang dilaluinya, Jakarta, 5 Juni 2015

Menyesal

Masih ada cinta yang begitu dalam, hingga yang bisa diungkapkan hanya diam. masih ada jentik rindu yang tak bernah terbang menjadi nyamuk. karena terlalu lama air terkuras dari kehidupannya. lalu pada siapa sang awan mengirimkan hujan, jika bumi tak mau lagi menerima dan meresapkannya apakah banjir akan melanda seluruh bumi? seperti yang disampaikan kitab suci pada zaman nabi Nuh? begitu menggetar saat kau hanya melayang, goncangan dari getaran yang tak pernah bisa dirasakan bagaimana kau merasa? sedang kau terbang bersama angin dan getaran itu bercengkrama dengan bumi? sekarang kau berdiri dipadang luas, berharap tersambar petir yang datang di siang yang panas. ha, rumput sampai sampai kering karena terlalu banyak tertawa. melihat tingkahmu itu. "lalu aku harus bagaimana?" tanyamu jangan pernah bertanya setelah semua terjadi redakan saja banjirnya, bawa airnya ke laut siapa tahu lautnya masih bermurah hati. Depok, 3 Juni 2015