Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2014

Pernah

Pernah, Saat aku duduk dipematang sawah Bertanya pada air yang mengalir Bolehkah aku memilikimu? Ia hanya tersenyum dan berkata Tanyakan pada padi yang telah memintaku lebih dulu Pernah, Saat aku di depan tungku, Bertanya pada api, Bolehkah aku memilikimu? Ia hanya tersenyum dan berkata Tanyakan pada kayu yang mendatangiku dan memberi tempat nyaman bagiku lebih dulu Pernah, saat aku dipadang luas Bertanya pada angin Bolehkah aku memilikimu Ia hanya tersenyum dan berkata Tanyakan pada rumput yang telah mengajakku bercengkrama lebih dulu. Lalu, Saat bertemu denganmu, Aku takut bertanya. Depok, 17 Oktober 2014

Hujan dan Secangkir Coklat Panas

Rasanya sudah lama tidak menikmati hujan sedamai sore ini, entah karena aku yang terlalu sibuk,atau memang tak pernah mau menikmatinya. Berteman secangkir coklat panas sore ini aku duduk diteras kos menikmati rintik demi rintik air yang turun. Rasanya hujan selalu menjadi peneduh dikala hati sedang kepanasan oleh terik suasana yang melumat segala ketenangan dihati. Karena kadang kita lupa untuk selalu belajar dan mengambil pelajaran dari apa yang kita lihat. Hujan sore ini tak begitu deras, tapi cukup untuk membuat bau debu memyengat dihidung. Maklum, Depok sudah lama tidak disirami.hujan. Berteman.secangkir coklat panas,aku coba merenungbmengbil pelajaran dari hujan. Hujan kadang datang dengan pertanda mendung,tapi kadang kadang juga tiba-toba saja turun. Ya seperti kesedihan yang kita rasakan. Kadang dengan sebab, kadang juga tidak. Tapi itu yang terlihat oleh kasat mata. Karena sebenarnya hujan dan perasaan sama sama mempunyai sebab,entah terlihat atau tidak, hal ini terjadi karen

Merobohkan

Aku beradu pada rindu Di dinding tempat anak anak mengekspresikan otak kanannya Dinding yang kokoh Yang tak pernah tahu bagaimana merobohkannya Sudah kucoba dengan alat berat Sudah kucoba dengan menggali tanah Sudah kucoba dengan bom, Gada, Palu, Semuanya nihil Lalu aku mulai tertunduk Lesu Mungkin putus asa Aku berjalan memjauhi dinding Mencoba melupakan rindu. Tapi Saat aku melihat semua air bisa naik dan berputar Oleh sang pertapa yang hanya diam dan berpuasa Aku berputar dan kembali Aku duduk diam dan berpuasa di depan dinding rinduku. Depok,13 oktober 2014

Wahai Malam

Wahai malam percayakah kau pada batu yanga dalam hatiku? hingga semut saja tertawa melihatku yang katanya manusia wahai malam, temani aku bercerita dengarkan segenap hujan yang tiba-tiba datang dan akan memaksa turun menghalangi cahaya bintang ku mohon kau jangan marah, karena hujan hanya ingin melampiaskan kepekatannya suapaya nanti bintang tak lagi terganggu dalam bersinar wahai malam, aku tak pernah lelah melewatimu apakah kau lelah menungguku terlelap dalam rayuanmu? seperti semua orang yang kau rayu dengan mesra dan manja wahai sang dewi kedamaian jika kau bisa merayu hatiku hingga hancur batu didadaku ini makan akan ku jadikan kepekatanmu sebagai simbol kemenangan dan segala tumpah ruah duniaku bisa kau miliki tapi, itu jika kau tak malu pada Tuhanmu, karena Dia telah memilikiku secara segala apa. wahai malam, kau tak mungkin termakan bujuk nyinyirku lagi aku tahu itu. lepaskan lebih dalam yang kau kemukakan biarkan hati ini pekat bercampur ked