Desiran angin berusaha menghempas tubuh yang bagai kerangka berjalan ini, ia memang mampu mnggoyangkan rumput dan menerbangkan sampah yang ada, tapi tidak untuk tubuh ini, mungkin hanya baju yang menempel pada tubuh ini yang agak berkibas. Aku terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju halte bis kuning yang berjarak sekitar 200 meter. Ya, seperti biasa hari ini aku pergi ke kampus untuk melanjutkan kewajibanku belajar.Tak perlu waktu lama untuk langkah kaki ini membawaku sampai ke halte.
Aku duduk disamping anak kecil penjual koran, mungkin sudah menjadi pemandangan yang biasa diantara kita duduk anak kecil lusuh penjual koran atau tisu. Akan tetapi entah kenapa aku merasakan suatu hal yang berbeda sekarang ketika menatapnya, bayanganku kembali ke satu minggu yang lalu, ke sebuah acara besar yang digagas oleh BEM MIPA UI yaitu MUN (Mipa Untuk Negeri ) 2012, dan salah satu acaranya adalah KIMI ( konfernsi Ilmuwan Muda Indonesia) yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, termasuk aku yang menjadi pesertanya. Disana banyak gagasan yang sangat hebat dan sangat layak untuk menjadikan kita optimis bahwa bangsa ini akan maju dikemudian hari. Tema yang diangkatpun sangat bagus, yaitu “Demi Indonesia!”, yah, aku memaknainya bukan demi apapun atau siapapun, bukan demi juara, bukan demi kantong probadi, bukan demi CV, bukan demi ketenaran, bukan demi diri sendiri, dan bukan demi-demi yang lainnya, melainkan semua gagasan ini Demi Indonesia. Itu yang aku tangkap. Aku sangat antusias dengan semua ide yang di presentasikan di KIMI, sampai bayanganku sudah jauh ke depan, aku berangan-angan melihat bangsa ini dengan penuh inovasi yang berjalan. Tidak usah lah kita melihat jauh-jauh keluar sana, kita lihat dari ratusan finalis ini saja, jika semua idenya di implementasikan maka saya optimis indonesia akan menemukan solusi dibidang pendidikan, pangan dan energi yang selama ini menjadi masalah penting di negeri ini. Aku pasti Akan melihat berkurang masyarakat miskin di indonesia, atau tetap banyak tapi dbisa dibilang semiskin-miskinnya masyarakat indonesia punya mobil pribadi. Yah itu bayanganku.
Akan tetapi tiba-tiba aku seperti tersedak sendiri dalam alam fikirku, aku tiba-tiba berputar balik dari bayanganku yang indah tadi ketika melihat anak yang memelas memintaku untuk membeli korannya. Alam fikirku tiba-tiba berbisik kepada hati nuraniku sendiri, “ apakah benar apa yang sudah kamu lakukan ini demi indonesia? Atau itu hanya di mulut saja? Setelah selesai acara ya sudah cari lomba lain lagi dengan inovasi baru untuk mencari kemenangan, dan melupakan inovasimu sekarang, akhirnya inovasimu sekarang tinggal kenangan dan kebanggan masa lalu yang tidak berguna. Apakah kamu benar-benar ikut perlombaan ini demi Indonesia? Atau hanya sekedar demi perutmu sendiri? Demi ketenaranmu sendiri? Demi iming-iming aung juara?” Pertanyaan demi pertanyaan menhujam dalam sekali ke hatiku, aku jadi termenung, aku jadi berfikir lagi, sudah sejauh mana kau melakukan perubahan untuk bangsa ini? Sejauh mana aku mengimplementasikan ideku ini? Sejauh mana aku sudah setidaknya mengembangkan ideku ini? Seberapa seriuskah aku mengucapkan “DEMI INDONESIA!”, seberapa serius?? hah? Apakah mungkin benar yang dikatakan oleh akalku pada hatiku? Aku mengikuti ini hanya sekedar lomba, hanya sekedar mencari CV, atau bahkan hanya sekedar mengejar juara? Tanpa sebenarnya sungguh-sungguh dengan objek karya tulisku. Jika memang benar seperti itu, betapa kejamnya aku! Bagaimna tidak kejam, aku sudah dengan bangganya menjual kemiskinan, kebobrokan, dan semua permasalahan negeri ini untuk kantong pribadiku, untuk prestasi pribadiku, untuk hanya sekedar juara! Astaghfirullohal’adziim.. seketika badanku lemas sendiri dengan semua lamunanku siang ini.
“kak, kak, beli korannya dong kak..” suara mungil namuan parau itu tiba-tiba menyadarkan lamunanku, entah berapa lama aku sudah tertegun disampingnya.
“ Eh iya dek, beli tempo satu ya” kataku kaget dan sambil mengambil lembar uang dari saku. Aku mulai melayangkan pandanganku ke baris-baris kata dalam koran yang baru aku terima, akan tetapi fikiranku masih berkecamuk dan berusaha melanjutkan lamunanku tadi. Ya, bangsa ini tidak hanya butuh sekedar ide dan pemikiran hebat, tapi bangsa ini butuk aksi nyata untuk mewujudkannya, aku harus kembali menata hati, menata niat dan menata tujuanku membuat karya tulis dan inovasi ini, aku harus melakasnakannya, sampai batas yang aku bisa. Aku harus tetap ingat bahwa mengabdi adalah memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya. Aku berusaha tanamkan lagi tekad yang kuat dalam hatiku, “DEMI INDONESIA!”
Depok, 23 Juli 2012
Aku duduk disamping anak kecil penjual koran, mungkin sudah menjadi pemandangan yang biasa diantara kita duduk anak kecil lusuh penjual koran atau tisu. Akan tetapi entah kenapa aku merasakan suatu hal yang berbeda sekarang ketika menatapnya, bayanganku kembali ke satu minggu yang lalu, ke sebuah acara besar yang digagas oleh BEM MIPA UI yaitu MUN (Mipa Untuk Negeri ) 2012, dan salah satu acaranya adalah KIMI ( konfernsi Ilmuwan Muda Indonesia) yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, termasuk aku yang menjadi pesertanya. Disana banyak gagasan yang sangat hebat dan sangat layak untuk menjadikan kita optimis bahwa bangsa ini akan maju dikemudian hari. Tema yang diangkatpun sangat bagus, yaitu “Demi Indonesia!”, yah, aku memaknainya bukan demi apapun atau siapapun, bukan demi juara, bukan demi kantong probadi, bukan demi CV, bukan demi ketenaran, bukan demi diri sendiri, dan bukan demi-demi yang lainnya, melainkan semua gagasan ini Demi Indonesia. Itu yang aku tangkap. Aku sangat antusias dengan semua ide yang di presentasikan di KIMI, sampai bayanganku sudah jauh ke depan, aku berangan-angan melihat bangsa ini dengan penuh inovasi yang berjalan. Tidak usah lah kita melihat jauh-jauh keluar sana, kita lihat dari ratusan finalis ini saja, jika semua idenya di implementasikan maka saya optimis indonesia akan menemukan solusi dibidang pendidikan, pangan dan energi yang selama ini menjadi masalah penting di negeri ini. Aku pasti Akan melihat berkurang masyarakat miskin di indonesia, atau tetap banyak tapi dbisa dibilang semiskin-miskinnya masyarakat indonesia punya mobil pribadi. Yah itu bayanganku.
Akan tetapi tiba-tiba aku seperti tersedak sendiri dalam alam fikirku, aku tiba-tiba berputar balik dari bayanganku yang indah tadi ketika melihat anak yang memelas memintaku untuk membeli korannya. Alam fikirku tiba-tiba berbisik kepada hati nuraniku sendiri, “ apakah benar apa yang sudah kamu lakukan ini demi indonesia? Atau itu hanya di mulut saja? Setelah selesai acara ya sudah cari lomba lain lagi dengan inovasi baru untuk mencari kemenangan, dan melupakan inovasimu sekarang, akhirnya inovasimu sekarang tinggal kenangan dan kebanggan masa lalu yang tidak berguna. Apakah kamu benar-benar ikut perlombaan ini demi Indonesia? Atau hanya sekedar demi perutmu sendiri? Demi ketenaranmu sendiri? Demi iming-iming aung juara?” Pertanyaan demi pertanyaan menhujam dalam sekali ke hatiku, aku jadi termenung, aku jadi berfikir lagi, sudah sejauh mana kau melakukan perubahan untuk bangsa ini? Sejauh mana aku mengimplementasikan ideku ini? Sejauh mana aku sudah setidaknya mengembangkan ideku ini? Seberapa seriuskah aku mengucapkan “DEMI INDONESIA!”, seberapa serius?? hah? Apakah mungkin benar yang dikatakan oleh akalku pada hatiku? Aku mengikuti ini hanya sekedar lomba, hanya sekedar mencari CV, atau bahkan hanya sekedar mengejar juara? Tanpa sebenarnya sungguh-sungguh dengan objek karya tulisku. Jika memang benar seperti itu, betapa kejamnya aku! Bagaimna tidak kejam, aku sudah dengan bangganya menjual kemiskinan, kebobrokan, dan semua permasalahan negeri ini untuk kantong pribadiku, untuk prestasi pribadiku, untuk hanya sekedar juara! Astaghfirullohal’adziim.. seketika badanku lemas sendiri dengan semua lamunanku siang ini.
“kak, kak, beli korannya dong kak..” suara mungil namuan parau itu tiba-tiba menyadarkan lamunanku, entah berapa lama aku sudah tertegun disampingnya.
“ Eh iya dek, beli tempo satu ya” kataku kaget dan sambil mengambil lembar uang dari saku. Aku mulai melayangkan pandanganku ke baris-baris kata dalam koran yang baru aku terima, akan tetapi fikiranku masih berkecamuk dan berusaha melanjutkan lamunanku tadi. Ya, bangsa ini tidak hanya butuh sekedar ide dan pemikiran hebat, tapi bangsa ini butuk aksi nyata untuk mewujudkannya, aku harus kembali menata hati, menata niat dan menata tujuanku membuat karya tulis dan inovasi ini, aku harus melakasnakannya, sampai batas yang aku bisa. Aku harus tetap ingat bahwa mengabdi adalah memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya. Aku berusaha tanamkan lagi tekad yang kuat dalam hatiku, “DEMI INDONESIA!”
Depok, 23 Juli 2012
Super sekali bung :D, lanjutkan
ReplyDeleteInsyaalloh dilanjutkan :)
ReplyDeletelanjutkan.. keren banget..
ReplyDeletekita implementasikan bersama DEMI INDONESIA!!
ReplyDeleteDEMI INDONESIA!! :D
ReplyDelete