Skip to main content

Mimpi


Ombak berdesir di pelataran pasir putih yang berkilau disapa oleh mentari senja yang mulai menguning, ia beriringan menghempas bulir pasir-pasir yang tak berdaya. semilir angin berhembus menemani derai tawa para pengunjung pantai yang sedang menikmati senja. Termasuk empat keturunan adam yang masih asyik dalam renungannya masing-masing melepas lelah setelah bersatu dengan pantai menghempaskan segala kesahnya beberapa waktu terakhir ini.
"Hei, apakah kalian pernah punya mimpi?" tiba-tiba saja Adul melempar sebuah pertanyaan yang mengusik lamunan sahabat-sahabat karibnya.
"Pernah, sering malah, setiap tidur aku pasti bermimpi, hahaha " Jawab Age sekenanya, disambut derai tawa yang lain.
"Mimpi enak yo Ge?" timpal Amar yang kembali disambut derai tawa yang lebih keras.
"dasar madzhab selangkangan!" sambut Arah yang dari tadi hanya ketawa..
"Asem yo, ya nggak terus-terusan kalau yang itu, bisa mati lemes aku." Jawab Age masih dengan tertawa.
"wis to, aku sedikit serius ini, aku kadang berfikir, kebersamaan kita apakah akan membawa manfaat pada bangsa ini?" tukas Adul tiba-tiba membuat suasana menjadi hening.
"tak usah jauh-jauh lah, buat masyarakat sekitar kita saja, apa benar kita bisa memberi manfaat nantinya? atau kita hanya sekedar mampir dan merusak?" timpal Amar yang sepertinya mulai terbawa arus pembicaraan Adul.
Suasana tiba-tiba hening, alam fikir mereka kembali pada diri mereka masing-masing, melihat masa depan apa yang mereka punya, tak ayal jika itu menjadi renungan mereka yang tak lama lagi akan terjun ke masyarakat. gelar sarjana yang akan mereka pikul sebentar lagi akan menjadi beban berat jika mereka hanya menggantungkan hidup pada bangsa ini tanpa tahu cara membangunnya. apalagi kebersamaan mereka yang sudah bertahun-tahun. walaupun mereka tak kuliah di kampus yang sama, mereka tetap akrab, dan sore ini menjadi bukti bahwa hati mereka masih terpaut satu sama lain.
"kadang hidup memang tak bisa diselesaikan dengan kita berkumpul, tertawa dan melepas kerinduan. sebentar lagi kita akan dantarkan kedepan pintu gerbang yang nyata dan kita diharuskan siap menerima apa yang ada dibalik pintu gerbang ini." kata Arah sambil masih memandang lautan lepas yang airnya mulai terlihat menguning keemasan oleh matahari.
"Hei, serius amat, ngomongin apa sih kalian para lasut?" tiba-tiba suara Arin terdengar dan membuat semua kepala mereka menengok kebelakang. Arin dan Yas datang membawa sebotol air mineral menawarkan pada kita.
"kita sedang berbicara mimpi Rin, mimpi yang lebih tinggi dari langit, mimpi yang lebih luas dari samudera, mimpi yang lebih tegar dari batu karang disana" dengan gaya sok puitis Age berkata dengan mantap sambil menunjuk ke batu karang disamping kirinya sebagai penguat apa yang dia katakan.
"halah, sok-sokan puitis kamu Ge, gebetan aja diambil orang," kata Yas nyeltuk disambut derai tawa yang lain.
"asem, lagi-lagi aku, aku lagi.." gerutu Age yang merasa terpojokkan sekarang.
"menghidupkan sebuah desa dengan idealisme kita sepertinya menarik." tiba-tiba Adul bergumam dan tanpa sadar mengembalikan ke topik pembicaraan awal.
"maksudmu Dul?"tanya yas dan Arah hampir serempak.
"Jadi gini, kita tinggal disebuah desa dan membangun sebuah perusahaan ramah lingkungan disana, dengan kemapuan yang kita miliki masing-masing dari hasil studi kita sekarang, kita bisa mengisi kuri menejerial sesuai dengan kemampuan kita. kita bangun masyarakatnya dari segi pendidikan, mata pencaharian, dan taraf kehidupan mereka, misalnya, kita bangun juga sekolah, terus kita bangun juga laboratorium peternakan, pertanian, perikanan, bengkel, dan lain sebagainya yang memebrikan manfaat pada penduduk sekitar, sehingga kita bisa tetap mengamalkan ilmu yang sudah susah payah kita peroleh sekarang ini. Sehingga masyarakat desa tersebut menjadi maju dan menjadi Role Model bagi desa lainnya." kata Adul menjelaskan ide yang tiba-tiba terbesit dalam alam fikirnya.
"Menarik, tapi mau bangun pakai apa? daun? Kita duait aja nggak ada yang punya."kata Arin sedikit realistis.
"Nah itu dia, sebelum kita merealisasikan mimpi kita, kita berjalan dijalan masing-masing, mencari nafkah untuk keluarga kita dan juga mimpi-mimpi kita, yang penting kita tetap punya satu tujuan, yaitu bermanfaat bagi negeri ini." jawab Adul
"berati kita baru bisa membangun semua itu di usia yang tidak muda lagi dong?" tanya Yas
"benar yas, memang begitu realistisnya, ibarat kita menanam pohon kelapa sekarang, mungkin sebelum kita bisa menikmati kelapa mudanya atau memanfaatkan kelapanya kita sudah diajak kencan sama malaikat izrail bertemu Munkar Nakir, tapi anak cucu kita tidak perlu menanam pohon kelapa lagi untuk menikmati kelapa muda, mereka tinggal memetik buah kelapa yang kita tanam." jawab Adul sedikit berfilosofi karena melihat pohon kelapa yang berayun-ayun menemani kami.
"Sarujuk sama Adul, dengan kita terus mengembangkan perusahaan yang kita punya dan menjaga mutu pendidikan disekolah yang kita bangun, kita bisa mensejaterakan masyarakat sekitar dan juga mencetak generasi-generasi unggu dimasa yang akan datang yang pastinya menjadi ujung tombak bangsa ini" kata Amar menambahi.
"tumben ngomongmu bener Mar? lagi Kesambet?" ledek Arin yang disambut derai tawa lagi..
"Wah siap inovasi dibidang teknologi aku!" teriak Arah yang sebentar lagi jadi sarjana Teknik
"Siap mendesign apapun pokoke!" tambah Age yang memang jago mendesign apapun, dari baju sampai tata kota.
"Siap jadi menejer harian!" teriak Amar yang disambut dengan "Heh?" serempak, lalu tertawa lepas lagi.
"kita akan ciptakan peradaban yang sesuai hati kita!" kata Yas semangat
"wis sip pokoke, yang penting sebelum itu semua aku sudah mendapat jodoh yang bisa menemaniku kemapanapun aku pergi dan aku tidak perlu mencari-cari lagi dalam gelapnya malam!" teriak Arin sambil matanya berbinar-binar.
"aku siap!" tiba-tiba Age menyahut dan kembali derai tawa meluas ke pinggir pantai yang mulai sunyi termakan senja.
"yang penting kita selesaikan dulu apa yang sudah kita mulai, menjadi sarjana!" teriak Arah yang memang paling "senior" diantar kita,
"wis, ndang LULUS dan kejar mimpi-mimpi kita, jangan sampai ini menjadi buih dilautan lepas ini!" sambung Adul, semua mata menatap hamparan laut selatan yang luas. Mungkin mimpi segerombolan anak muda ini terkesan idealis dan tidak mungkin terjadi ditengah kehidupan kapitalis seperti sekarang ini. Tapi, inilah yang bangsa ini punya, mimpi-mimpi idealis yang lebih tinggi dari langit, yang lebih luas dari lautan lepas, yang lebih tegar dari batu karang, yang lebih indah dari senja sore pantai. Dalam diam mereka, hati mereka berdoa, semoga angin menyampaikan mimpi mereka kepada Tuhan sebagai doa.

Depok, 27 Juni 2013

Comments

Popular posts from this blog

Betapa Welasnya Gusti Allah

Akhir-akhir ini saya merasa muak melihat twitter dan facebook yang kebanyakan membicarakan kasus korupsi yang disebut fitnah lah, konspirasi lah, ketahuan belangnya lah, dal lain sebagainya, banyak sekali pro kontra yang terjadi, Terlapas dari saya yang memang nggak suka sama sekali terhadap partai-partai politik yang sok suci  dan membela rakyat tapi akhir-akhirnya "ngadali" rakyat juga, yang sangat saya sayangkan adalah akhir-akhir ini semakin marak agama diperjualbelikan dan semakin marak nama Tuhan dijadikan alat jualan supaya dagangannya laku keras. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang brengseknya beberapa oknum yang jualan atas nama Agama dan Tuhan, tapi saya ingin lebih membahas betapa pemurahnya Tuhan terhadap makhluk-Nya yang paling brengsek dan paling keji sekalipun. Ide tulisan ini saya dapat ketika saya kembali membaca kitab ta'limul muta'alim yang sudah berdebu diatas lemari karena sok sibuknya saya sampai malas membacanya. setelah s

Ketua Angkatan Namanya

Jika kau pernah kuliah atau sekarang sedang kuliah, pasti kau tahu jabatan yang diberi nama “ketua angkatan” ini. memang sih jabatan ini tak setenar ketua BEM, Ketua DPM, atau Ketua lembaga lainnya. Jabatan ini hanya jabatan kultural yang tugas dan wewenangnya tidak tertulis dimanapun, tidak di AD/ART, Preambul, atau undang-undang IKM. akan tetapi jabatan ini akan sangat penting ketika sebuah angkatan mengadakan acara yang tidak punya panitia, atau ketika ada permasalahan yang terjadi. Jabatan yang tidak punya tugas dan wewenang secara tertulis ini menurut saya hanya sebatas abdi, kawulo yang bertugas melayani orang-orang diangkatannya. namanya juga jabatan kultural, ya nggak pernahlah disuruh ngasih sambutan atau tanda tangan seperti ketua lembaga. Tapi jika kita menengok tugas yang di emban oleh mereka yang tidak tertulis itu sangat berat (bagi yang mau mikir). Ya nggak berat gimana, ketua angkatan bertanggung jawab atas angkatannya, jika ada tugas angkatan dia, jika ada permasalah

Tuhan, akulah sang pendosa

Tuhan, dalam ku termenung, aku melihat cahaya tertutup mendung. Terbingkai kabut, dan terlihat tarian rintik hujan membasahi bumiMu yang kerontang.