aku hanya sekedar memandang kedepan,
tak pernah aku lihat kain beludru itu menyelimuti tubuhnya,
kali ini ia berbeda,
ia datang dengan secangkir kopi dan kain beludru yang melilit tubuhnya,
angin kemabng kempis meniup dedaunan,
mencoba menggesek kulit-kilit ari yang tak terlindung,
mereka tahu kapan manusia merindukannya,
dan kapan cinta mendambakannya,
lalu ketika ia berjalan perlahan,
menyibak sisa sisa dedaunan yang gugur diterjang angin
aku hanya menatapnya,
tapi penuh seluruh,
aku tak pernah melepaskannya,
sejak pertama kali mata ini terpaku,
pada juntai rambut yang berkibar dibawah topi rajutan.
mentari tak mau kalah memperindah bumi,
semburat jingganya menambah romantisme sore,
syahdu,
seperti harmoni yang dimainkan dalam nada sunyi.
Depok, 27-08-2013
tak pernah aku lihat kain beludru itu menyelimuti tubuhnya,
kali ini ia berbeda,
ia datang dengan secangkir kopi dan kain beludru yang melilit tubuhnya,
angin kemabng kempis meniup dedaunan,
mencoba menggesek kulit-kilit ari yang tak terlindung,
mereka tahu kapan manusia merindukannya,
dan kapan cinta mendambakannya,
lalu ketika ia berjalan perlahan,
menyibak sisa sisa dedaunan yang gugur diterjang angin
aku hanya menatapnya,
tapi penuh seluruh,
aku tak pernah melepaskannya,
sejak pertama kali mata ini terpaku,
pada juntai rambut yang berkibar dibawah topi rajutan.
mentari tak mau kalah memperindah bumi,
semburat jingganya menambah romantisme sore,
syahdu,
seperti harmoni yang dimainkan dalam nada sunyi.
Depok, 27-08-2013
Comments
Post a Comment