Skip to main content

Setitik Cahaya di Hati

Sore ini gemerlap semburat mega merah dilangit teriring manis menutup hari raya nyepi bagi pemeluk agama hindu di Indonesia, dan tahun baru cakra ke 1935. selamat bagi yang sedang menjalankan. Hari ini aku merenung dan berserah penuh seluruh hingga secercah cahaya terang nampak dalam kelebat hati yang pekat, hati yang telah bertahun-tahun lamanya berada dalam kegelapan.

Jika aku harus melihat bagaimana perjalanan hati nin dimasa lalau, aku melihat begitu banyak kelalaian, kemunafikan, kemaksiatan, kehinaan kebohongan dan keserakahan yang selalu tersusun rapi dalam antrian untuk melubangi dan menggelapkan hatiku. Tak hanya itu, pembenaran terhadap segala bentuk ke-iri-an, kedengkian dan perilaku-perilaku syubhat telah benar-benar membuat hati yang lemah ini hitam dan tak bercahaya sedikitpun. korelasinya pun positif denga ibadah yang dilakukan, malas, sok pintar, dan merasa seperti dikejar sesuatu sehingga lebih cepat dari laju jet yang lepas landas untuk pergi ke medan perang.

Ah, terlalu sulit untuk membayar semua kesalahan dimasa lalu yang aku lakukan dengan atau tanpa sadar, kesalahan-kesalahn kecil hinggak kesalahan besar terhadap sesama manusia dan Tuhan ini mungkin hanya bisa dibayar dengan keikhlasan manusia yang bersangkutan dan ampunan Tuhan. Segala amal ibadahku bukan apa-apa, tak ada yang beres dan tak cukup pastinya untuk membayar "hutang" ini.

Dan sore ini, setitik cahaya dalam hati datang lagi untuk kesekian kalinya, ia tak bosan mencoba menerangi hatiku walaupun selalu aku biarkan dan akhirnya padam. Sekarang tinggal kembali padakau, apakah aku akan menjaganya dan benar-benar menerangi hati, atau akan mati karena dibiarkan begitu saja tak dihiraukan seperti waktu-waktu yang dulu..

Ya Allah, Ya Khayyu Ya 'Alim, Ya Qawwiyu Ya "adzim.. Berilah aku kekuatan untuk istiqamah menjaga setitik cahaya dihatiku ini, dan berilah aku ampunan-Mu dan belas Kasih-Mu.. aamiin..

Depok, 12 Maret 2103

Comments

Popular posts from this blog

Betapa Welasnya Gusti Allah

Akhir-akhir ini saya merasa muak melihat twitter dan facebook yang kebanyakan membicarakan kasus korupsi yang disebut fitnah lah, konspirasi lah, ketahuan belangnya lah, dal lain sebagainya, banyak sekali pro kontra yang terjadi, Terlapas dari saya yang memang nggak suka sama sekali terhadap partai-partai politik yang sok suci  dan membela rakyat tapi akhir-akhirnya "ngadali" rakyat juga, yang sangat saya sayangkan adalah akhir-akhir ini semakin marak agama diperjualbelikan dan semakin marak nama Tuhan dijadikan alat jualan supaya dagangannya laku keras. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang brengseknya beberapa oknum yang jualan atas nama Agama dan Tuhan, tapi saya ingin lebih membahas betapa pemurahnya Tuhan terhadap makhluk-Nya yang paling brengsek dan paling keji sekalipun. Ide tulisan ini saya dapat ketika saya kembali membaca kitab ta'limul muta'alim yang sudah berdebu diatas lemari karena sok sibuknya saya sampai malas membacanya. setelah s

Ketua Angkatan Namanya

Jika kau pernah kuliah atau sekarang sedang kuliah, pasti kau tahu jabatan yang diberi nama “ketua angkatan” ini. memang sih jabatan ini tak setenar ketua BEM, Ketua DPM, atau Ketua lembaga lainnya. Jabatan ini hanya jabatan kultural yang tugas dan wewenangnya tidak tertulis dimanapun, tidak di AD/ART, Preambul, atau undang-undang IKM. akan tetapi jabatan ini akan sangat penting ketika sebuah angkatan mengadakan acara yang tidak punya panitia, atau ketika ada permasalahan yang terjadi. Jabatan yang tidak punya tugas dan wewenang secara tertulis ini menurut saya hanya sebatas abdi, kawulo yang bertugas melayani orang-orang diangkatannya. namanya juga jabatan kultural, ya nggak pernahlah disuruh ngasih sambutan atau tanda tangan seperti ketua lembaga. Tapi jika kita menengok tugas yang di emban oleh mereka yang tidak tertulis itu sangat berat (bagi yang mau mikir). Ya nggak berat gimana, ketua angkatan bertanggung jawab atas angkatannya, jika ada tugas angkatan dia, jika ada permasalah

Tuhan, akulah sang pendosa

Tuhan, dalam ku termenung, aku melihat cahaya tertutup mendung. Terbingkai kabut, dan terlihat tarian rintik hujan membasahi bumiMu yang kerontang.