Skip to main content

Menunggu Pelangi


 Berteman denting hujan yang tak biasa, memberi sedikit makna pada lembayung yang menunggu senja. Air mengalir gemericik dari sela-sela genting seperti air terjun dalam ukuran kecil. tak kalah cantiknya dengan air yang menetes dari daun ke daun, berkejaran mengikuti arah gravitasi bumi.

Ah.. sungguh indah hujan siang ini, menemaniku merenung sepi, entah apa yang ada di benak para manusia di sekitarku, tapi aku tidak peduli, hujan ini tetap indah untukku.

Aku berharap  pekabisa melihat lagi pelangi  setelah hujan ini, aku menunggu dan terus menunggu, tapi hujan bertambah deras, deras dan deras, langit pekat dan semakin pekat, tapi aku masih duduk termenung menunngunya, menunggu keindahan kebersamaan para warna yang berpadu menjadi simphoni keindahan dan mengisyaratkan kedamaian dan toleransi dalam kebersmaan yang beragam. Air benar-benar seperti di tumpahkan dari langit dengan derasnya, sepertinya para malaikat sangat sedih melihat banyak khalifah di bua kalami ini mengingkari Sang Penciptanya. Sebenarnya aku juga tak tahu, apakah memang manusia diciptakan untuk ingkar, atau sangat pintarnya iblis menjerumuskan manusia? tapi kasihan iblis juga kalau selau di kambing hitamkan dengan semua keingkaran yang pernah kita lakukan, memang sudah ada MOU nya antara Tuhan dengan Iblis untuk menyesatkan anak cucu adam, tapi kenapa kita harus selalu menyalahkan iblis? kenapa kita tidak pernah mengambil kaca dan melihat diri kita sendiri di kaca itu dan menginstropeksi diri?

Hm, membicarakan itu tidak pernah akan selesai, aku ingin kembali menikmati hujan lagi saja yang sudah mulai merintik dan kepekatan menghilang dari langit, tapi tidak berganti pelangi, malah berganti kilatan petir dan gemuruhnya, ah apa-apaan ini, sepertinya harapanku akan kosong lagi, aku harus menunggu hujan yang lain untuk melihat pelangi.

gambar dari : http://4.bp.blogspot.com/_bSp4QvSCv7w/TJCFuafkqXI/AAAAAAAAABQ/M0djchR9Qfs/s1600/rainbow.jpg

Comments

Popular posts from this blog

Betapa Welasnya Gusti Allah

Akhir-akhir ini saya merasa muak melihat twitter dan facebook yang kebanyakan membicarakan kasus korupsi yang disebut fitnah lah, konspirasi lah, ketahuan belangnya lah, dal lain sebagainya, banyak sekali pro kontra yang terjadi, Terlapas dari saya yang memang nggak suka sama sekali terhadap partai-partai politik yang sok suci  dan membela rakyat tapi akhir-akhirnya "ngadali" rakyat juga, yang sangat saya sayangkan adalah akhir-akhir ini semakin marak agama diperjualbelikan dan semakin marak nama Tuhan dijadikan alat jualan supaya dagangannya laku keras. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang brengseknya beberapa oknum yang jualan atas nama Agama dan Tuhan, tapi saya ingin lebih membahas betapa pemurahnya Tuhan terhadap makhluk-Nya yang paling brengsek dan paling keji sekalipun. Ide tulisan ini saya dapat ketika saya kembali membaca kitab ta'limul muta'alim yang sudah berdebu diatas lemari karena sok sibuknya saya sampai malas membacanya. setelah s

Ketua Angkatan Namanya

Jika kau pernah kuliah atau sekarang sedang kuliah, pasti kau tahu jabatan yang diberi nama “ketua angkatan” ini. memang sih jabatan ini tak setenar ketua BEM, Ketua DPM, atau Ketua lembaga lainnya. Jabatan ini hanya jabatan kultural yang tugas dan wewenangnya tidak tertulis dimanapun, tidak di AD/ART, Preambul, atau undang-undang IKM. akan tetapi jabatan ini akan sangat penting ketika sebuah angkatan mengadakan acara yang tidak punya panitia, atau ketika ada permasalahan yang terjadi. Jabatan yang tidak punya tugas dan wewenang secara tertulis ini menurut saya hanya sebatas abdi, kawulo yang bertugas melayani orang-orang diangkatannya. namanya juga jabatan kultural, ya nggak pernahlah disuruh ngasih sambutan atau tanda tangan seperti ketua lembaga. Tapi jika kita menengok tugas yang di emban oleh mereka yang tidak tertulis itu sangat berat (bagi yang mau mikir). Ya nggak berat gimana, ketua angkatan bertanggung jawab atas angkatannya, jika ada tugas angkatan dia, jika ada permasalah

Tuhan, akulah sang pendosa

Tuhan, dalam ku termenung, aku melihat cahaya tertutup mendung. Terbingkai kabut, dan terlihat tarian rintik hujan membasahi bumiMu yang kerontang.