Tiga hari telah ku lalui di sebuah kota yang selalu meninggalkan pesona, Wonosobo. Aku belajar banyak hal dari 3 hari aku meninggalkan kehidupan rutinku, aku belajar tentang drama, dan drama itu berjudul kehiduppan, dimulai dengan penataan latar yang penuh dengan pepohonan teduh yang dan penuh dengan semilir angin yang mengalir lembut meniup dedaunan. setelah penataan latar, skrip pun mulai di pelajari para pemain, dan casting telah diatur oleh yang memang bisa mengatur. para meain mulai mempelajari skrip mereka masing-masing, pemeran bayi yang mulai dilahirkan dari garba sang ibu, pemeraan persahabat mulai belajar merenung dan tiba-tiba tertawa, para orang tua belajar memerankan kasih sayang pada anak-anakanya, para pemuda pemudi memerankan peran ebagai mempelai yang akan segera beranjak kepelaminan, dan para orang yang memerankan kematian pun belajar bagaimana menghadipi sakitnya maut, dan para pemeran warga memerankan bagaimana cara menghormati Janazah.
dan setelah tiba waktunya pementasan aku benar-benar termenung, menontonnya tanpa berkedip, perselisihan antar pemain membuat semua berjalan dengan kepura-puraan, semuanya hanya sebagai tuntutan peran, bukan lagi keikhlasan. Ketermenunganku tak hanya sampai situ saja, aku terus termenung dan berfikir, apa yang bisa aku lakukan dengan keadaan yang ada sekarang? aku hanya tertegun mematung membisu tanpa bisa memerankan apapun, aku hanya bisa berfikir, apakah budaya telah terkikis dai diriku, apakah ramah tamah telah hilang dari diriku? rasa jengkel dan marah atas kelakuan semua pemain drama di desa ini telah embuatku keluar dari permainan drama, orang tuaku, keluargaku yang jadi korban kedengkian mereka tetap bertahan, semoga engkau masih dalam lindungan Alloh, dan tak termakan oleh kejamnya drama kotor bernama tetangga.
dan setelah tiba waktunya pementasan aku benar-benar termenung, menontonnya tanpa berkedip, perselisihan antar pemain membuat semua berjalan dengan kepura-puraan, semuanya hanya sebagai tuntutan peran, bukan lagi keikhlasan. Ketermenunganku tak hanya sampai situ saja, aku terus termenung dan berfikir, apa yang bisa aku lakukan dengan keadaan yang ada sekarang? aku hanya tertegun mematung membisu tanpa bisa memerankan apapun, aku hanya bisa berfikir, apakah budaya telah terkikis dai diriku, apakah ramah tamah telah hilang dari diriku? rasa jengkel dan marah atas kelakuan semua pemain drama di desa ini telah embuatku keluar dari permainan drama, orang tuaku, keluargaku yang jadi korban kedengkian mereka tetap bertahan, semoga engkau masih dalam lindungan Alloh, dan tak termakan oleh kejamnya drama kotor bernama tetangga.
Comments
Post a Comment