Skip to main content

Pemain Drama

Tiga hari telah ku lalui di sebuah kota yang selalu meninggalkan pesona, Wonosobo. Aku belajar banyak hal dari 3 hari aku meninggalkan kehidupan rutinku, aku belajar tentang drama, dan drama itu berjudul kehiduppan, dimulai dengan penataan latar yang penuh dengan pepohonan teduh yang dan penuh dengan semilir angin yang mengalir lembut meniup dedaunan. setelah penataan latar, skrip pun mulai di pelajari para pemain, dan casting telah diatur oleh yang memang bisa mengatur. para meain mulai mempelajari skrip mereka masing-masing, pemeran bayi yang mulai dilahirkan dari garba sang ibu, pemeraan persahabat mulai belajar merenung dan tiba-tiba tertawa, para orang tua belajar memerankan kasih sayang pada anak-anakanya, para pemuda pemudi memerankan peran ebagai mempelai yang akan segera beranjak kepelaminan, dan para orang yang memerankan kematian pun belajar bagaimana menghadipi sakitnya maut, dan para pemeran warga memerankan bagaimana cara menghormati Janazah.

dan setelah tiba waktunya pementasan aku benar-benar termenung, menontonnya tanpa berkedip, perselisihan antar pemain membuat semua berjalan dengan kepura-puraan, semuanya hanya sebagai tuntutan peran, bukan lagi keikhlasan. Ketermenunganku tak hanya sampai situ saja, aku terus termenung dan berfikir, apa yang bisa aku lakukan dengan keadaan yang ada sekarang? aku hanya tertegun mematung membisu tanpa bisa memerankan apapun, aku hanya bisa berfikir, apakah budaya telah terkikis dai diriku, apakah ramah tamah telah hilang dari diriku? rasa jengkel dan marah atas kelakuan semua pemain drama di desa ini telah embuatku keluar dari permainan drama, orang tuaku, keluargaku yang jadi korban kedengkian mereka tetap bertahan, semoga engkau masih dalam lindungan Alloh, dan tak termakan oleh kejamnya drama kotor bernama tetangga.

Comments

Popular posts from this blog

Betapa Welasnya Gusti Allah

Akhir-akhir ini saya merasa muak melihat twitter dan facebook yang kebanyakan membicarakan kasus korupsi yang disebut fitnah lah, konspirasi lah, ketahuan belangnya lah, dal lain sebagainya, banyak sekali pro kontra yang terjadi, Terlapas dari saya yang memang nggak suka sama sekali terhadap partai-partai politik yang sok suci  dan membela rakyat tapi akhir-akhirnya "ngadali" rakyat juga, yang sangat saya sayangkan adalah akhir-akhir ini semakin marak agama diperjualbelikan dan semakin marak nama Tuhan dijadikan alat jualan supaya dagangannya laku keras. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang brengseknya beberapa oknum yang jualan atas nama Agama dan Tuhan, tapi saya ingin lebih membahas betapa pemurahnya Tuhan terhadap makhluk-Nya yang paling brengsek dan paling keji sekalipun. Ide tulisan ini saya dapat ketika saya kembali membaca kitab ta'limul muta'alim yang sudah berdebu diatas lemari karena sok sibuknya saya sampai malas membacanya. setelah s

Ketua Angkatan Namanya

Jika kau pernah kuliah atau sekarang sedang kuliah, pasti kau tahu jabatan yang diberi nama “ketua angkatan” ini. memang sih jabatan ini tak setenar ketua BEM, Ketua DPM, atau Ketua lembaga lainnya. Jabatan ini hanya jabatan kultural yang tugas dan wewenangnya tidak tertulis dimanapun, tidak di AD/ART, Preambul, atau undang-undang IKM. akan tetapi jabatan ini akan sangat penting ketika sebuah angkatan mengadakan acara yang tidak punya panitia, atau ketika ada permasalahan yang terjadi. Jabatan yang tidak punya tugas dan wewenang secara tertulis ini menurut saya hanya sebatas abdi, kawulo yang bertugas melayani orang-orang diangkatannya. namanya juga jabatan kultural, ya nggak pernahlah disuruh ngasih sambutan atau tanda tangan seperti ketua lembaga. Tapi jika kita menengok tugas yang di emban oleh mereka yang tidak tertulis itu sangat berat (bagi yang mau mikir). Ya nggak berat gimana, ketua angkatan bertanggung jawab atas angkatannya, jika ada tugas angkatan dia, jika ada permasalah

Tuhan, akulah sang pendosa

Tuhan, dalam ku termenung, aku melihat cahaya tertutup mendung. Terbingkai kabut, dan terlihat tarian rintik hujan membasahi bumiMu yang kerontang.