Seperti melamunkan bulan kepangkuan, begitulah hal yang sekarang aku rasakan. entah darimana aku bisa mengibaratkan seperti itu, dan entah dari mana juga aku bisa berfikir menuju perumpamaan konyol seperti itu. mungkin karena memang rasa penat yang sudah tak lagi tertahankan oleh tubuh yang sangat lemah ini, dan tak ada lagi tempat menumpahkan semua isi dari kepala yang tak tahu diri ini. Tawa dan canda yang telah lama hilang, senyum yang telah lama tersembunyi tetap saja statis dan tak mau bergerak sebagai bentuk perubahan dalam kerangka tubuh kurus kering yang tak tahu lelah ini.
Alam masih sama, dengan penuh kesyahduan mengalunkan melodi angin dan menjatuhkan rintik hujan denting demi denting beradu dengan dedaunan dan tanah yang sudah sangat lama menunggu kesegaran setiap rintik hujan yang mengalir sayu. Dan ujung-ujungnya pun sama, tetap bermuara pada bentangan bahtera biru di 2/3 bagian negriku yang permai ini. Hanya satu harapanku pada alam yang sudah lama tak terkabul, yaitu: Melihat pelangi! Ah,,, betapa indah kalau membayangkan kombinasi warna setengah lingkar itu, aku rindu menikmatinya bersama jiwa-jiwa bebas pengumbar tawa di sebuah jembatan yang menghadap ke gunung nan megah tak terperi. Disana jiwa-jiwa merdeka ini menceritakan kisahnya yang tak kalah indah dengan kombinasi biasan cahaya didepannya, kita rela mengayuh sepeda sekencang kita bisa untuk berbagi cerita, menelaah dan menikmati indahnya alam, menghormati dan menghargai kebebasan berfikir dan berekspresi yang ditujukan kepada bangsa gemah ripah loh jinawi ini sebagai kemaslahatan dan suara-suara sumbang nyaris tak terdengar atau malah tak terdengar sama sekali. Dan forum kecil itu berakhir berbarengan dengan biasan cahaya indah yang mulai diusir gelapnya sore, dan pasti sebentar lagi malam.
kini pelangi hanya kebohongan, tak lagi biasan cahaya yang dibuat oleh alam, tapi telah dibuat oleh tangan-tangan yang menari dengan indahnya diatas lapak yang begitu canggih untuk menipu mata kita, dengan digitalisasi mereka membiaskan warna-warna yang semenjak dulu aku kagumi dan selalu aku tunggu-tunggu. digitalisasi terhadap semua warna itu telah membutakan dan mengelabuhi mataku serta mata banyak manusia di dunia, menghilangkan diskusi-diskusi kecil dan mulai mengekang kemerdekaan jiwa-jiwa yang dulu bebas berekspresi. membuat penglihatan terhadap sebuah Harga-menghargai itu adalah sikap konyol dan bodoh, sikap kebebasan berfikir itu melenceng, dan kekolotan modern merajalela sebagai bentuk penindasan baru di negriku, entah dia berkedok agama, kapitalisme, tekhnologi, dan kemanusiaan. Membuat sang jiwa-jiwa bebas tak bisa berkarya.
kecanggihan, kemudahan, kedekatan, dan keindahan telah menjadi pelangi baru dimata manusia-manusia bumi ini, hal-hal instant jadi sangat favorit hingga merambah pada ranah belajar agama. Tapi semua itu bukan pelangi yang dulu, bukan biasan cahaya yang selau kita kejar dulu ke ujung jembatan. tak ada lagi yang susah payah, tak ada lagi yang rela mengayuh sepeda secepat dia bisa hanya untuk setengah lingkar di ujung jembatan.
Depok, 4 november 2011
pelangi datang setelah hujan pergi...
ReplyDelete