Kepulan asap kopi membawa aromanya menuju ke hidungku, sekumpulan kepulan asap kopi yang tak lazim, karena terkepul disiang bolong dan di cuaca yang sangat panas. Hal ini terjadi setelah teori grup membawa beban yang sangat berat pada kapasitas otak yang sebenarnya mampu menampung, tapi karena kemalasannya menjadikannya tidak kuat menampung materi, atau dapat menampungnya terus tumpah beberapa menit kemudian.
Dan tiba-tiba saja lamunanku yang
berteman segelas kopi hitam itu melayang pada sore kemarin yang sangat indah di
daerah bogor, tepatnya di kebun raya. Sebuah fenomena lama yang aku rindukan,
sebuah kejadian yang sudah lama tak aku rasakan. Ya, fenomena saling berbagi
tawa dan tangis oleh sekumpulan cucu adam dan hawa, bertemankan semilir angin
dan cerahnya langit kita bercanda, kita tertawa, kita menangis dan kita berbagi
kasih sayang. Disinilah makna kasih sayang itu terlihat jelas, di jiwa-jiwa
inilah perasaan saling menyayangi dan menghargai timbul di tengah cengkarutnya
perasaan merindu pada masa lalu.
Dua hari kemarin memang tak biasa,
hadirnya sosok lama dengan tiba-tiba telah membuatku kembali tulus tersenyum di
kota metropolitan ini, dia yang membawa sebuah oleh-oleh manis dari masa lalu
yang begitu ku rindukan datang berkunjung untuk mecari sebuah jawaban dari
cengkarut isi hatinya. Dia datang dengan keberanian yang terukur,bukan sekedar
kenekatan yang tak berujung. Setelah puas melepaskan kerinduan tawa di sehari
pertama, kita mulai dibawa angin menuju jawaban yang dicari, inilah sebuah
kekuatan yang aku sendiri tak tahu bagaimana cara mendefinisikannya, dan
sampailah kita di kota hujan itu, bogor. Disambut oleh senyum manis sang
perempuan berkerudung yang mampu merubah sungging senyum sahabat lamaku ini
menjadi lebar dan sumringah. Obrolan singkat telah membawa kita bertiga menuju
ke tempat tinggalnya. Dan disana, di terik matahari yang menyengat hati aku bertemu lagi dengan
satu makhluk ceria dan dua teman lamaku, akhirnya sore itu kita habiskan
berenam di kebun raya bogor.
Mentari sore mampu menguningkan
langit dan angin juga mampu menghembuskan kedamaian di hati kami, kami
bernyanyi, kami bercanda, dan kami berjalan dengan candaan candaan yang terus
mengalun merdu di telinga ini, lebih merdu dari nyanyian apaun di muka bumi ini.
Setelah lelah berjalan dalam naungan matahari siang itu kami berkumpul dan
melingkarkan kaki, meneruskan bercanda dan bermain permainan masa kecil dulu,
hingga permainan itu membawa kita kepada sebuah kejujuran dan ungkapan hati
sang pemain, di mulai dariku, dan kemudian disambut oleh riuh tawa dan kemudian
berlanjut satu persatu giliran, dan tibalah giliran sahabatku untuk berkata
jujur tentang hatinya, dan diapun berkata “............” apa yang sejujurnya
dalam hatinya, angin serasa berhenti berdesir, matahari menutup mukanya dengan
awan, dan waktu serasa berjalan lambat, dan semuanya terjadi, begitu singkat. Ya
inilah kejujuran, dan inilah persahabatan.
Rindu itu bernama cinta,
Cinta itu bernama kasih sayang,
Kasih sayang itu bernama
persahabatan, kawan !
Satu pertanyaan yang masih tersisa
dalam hatiku sampai saat ini :
“ Apakah manusia bisa semesra angin, Membelai kelembutan hatinya seperti angin membelai daun?“
Depok 26 maret 2012
uuuuu..... Coliq, bahasa tulisannya emang beda yaa... Hahaha...
ReplyDeletehaha, tetep bahas indonesia kok don :p
ReplyDelete