Abah Hasyim,
Begitu para santri biasa memanggil panjenengan.
Saya masih ingat
Di siang setelah shalat jumat di masjid Pesantren Panjenengan di belakang kampus,
Saya melihat panjenengan yang menatap lurus kedepan,
Dalam diam
Tapi mungkin dengan segala wirid yang kau lantunkan dalam sanubari Panjenengan
Begitu teduh Njenengan memandang langit depok yang cerah waktu itu.
Dan saya,
Yang sebatas ngaji sore dulu di pesantren mahasiswa panjenengan ini,
Dan tak pernah istiqomah.
Yang hanya sesekali datang khataman quran
Dan hanya sekali menghadiri majlis ngaji al hikam panjenengan bakda subuh ini
Hanya berani memandang Panjenengan dari jauh,
Saat keluar dari masjid
Ya,
Saya berdiri lama
Lama sekali,
Pengen sekali mendekati dan sungkem
Sungkem,
Iya sekedar sungkem
Walau Panjenengan pasti tak mengenal saya ini siapa.
Saya tetap tak bergeming,
Masih dalam kebimbangan
Saya ingin sekali sungkem sama Panjenengan
Tapi Saya juga takut mengganggu renungan panjenengan,
Sampai pada akhirnya,
Lalu lalang orang semakin sepi
Dan saya masih tetap tak bergeming,
Masih dalam rasa ingin dan malu
Segan.
Akhirnya,
Panjenengan berbalik dan berjalan masuk,
Tanpa saya sadari kaki saya sudah berlari,
menghampiri panjenengan,
dan sungkem,
Lalu ditanya,
"Namamu siapa?" begitu tenang dan meneduhkan
"Kulo Choliq, Kyai" tak berani saya memanggil abah atas ketidak istqomahan saya mengaji.
Sudah, begitu saja,
Dan Panjenengan melanjutkan perjalanan masuk kembali ke masjid.
Saya masih berdiri,
Lega dan malu
Lalu duduk,
Dan bersimpah pada semua rasa yang tak karuan.
Mbah Kyai,
Perkenankan saya memanggil panjenengan, Abah
Sekali saja dalam puisi ini.
Agar rasa kehilangan ini tak begitu menyesakkan karena sesal.
Abah,
Perjalanan panjenengan mengarungi laku hidup di dunia ini mungkin sudah berakhir,
Tapi pemikiran dan khasanah yang panjenengan berikan,
Masih akan terus mengalir pada diri setiap orang yang mengenal panjenengan
Abah,
Gusti Allah sepertinya sudah pengen Panjenengan istirahat,
Dan mengabadikan panjenengan dalam segala kebaikan.
Kangen ini mungkin tak begitu pantas buat saya,
Tapi semoga panjenengan menerima rasa kangen dan kehilangan saya ini.
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi, Wa'fu'anhu.
Alfatihah..
Depok, 16 Maret 2017
Begitu para santri biasa memanggil panjenengan.
Saya masih ingat
Di siang setelah shalat jumat di masjid Pesantren Panjenengan di belakang kampus,
Saya melihat panjenengan yang menatap lurus kedepan,
Dalam diam
Tapi mungkin dengan segala wirid yang kau lantunkan dalam sanubari Panjenengan
Begitu teduh Njenengan memandang langit depok yang cerah waktu itu.
Dan saya,
Yang sebatas ngaji sore dulu di pesantren mahasiswa panjenengan ini,
Dan tak pernah istiqomah.
Yang hanya sesekali datang khataman quran
Dan hanya sekali menghadiri majlis ngaji al hikam panjenengan bakda subuh ini
Hanya berani memandang Panjenengan dari jauh,
Saat keluar dari masjid
Ya,
Saya berdiri lama
Lama sekali,
Pengen sekali mendekati dan sungkem
Sungkem,
Iya sekedar sungkem
Walau Panjenengan pasti tak mengenal saya ini siapa.
Saya tetap tak bergeming,
Masih dalam kebimbangan
Saya ingin sekali sungkem sama Panjenengan
Tapi Saya juga takut mengganggu renungan panjenengan,
Sampai pada akhirnya,
Lalu lalang orang semakin sepi
Dan saya masih tetap tak bergeming,
Masih dalam rasa ingin dan malu
Segan.
Akhirnya,
Panjenengan berbalik dan berjalan masuk,
Tanpa saya sadari kaki saya sudah berlari,
menghampiri panjenengan,
dan sungkem,
Lalu ditanya,
"Namamu siapa?" begitu tenang dan meneduhkan
"Kulo Choliq, Kyai" tak berani saya memanggil abah atas ketidak istqomahan saya mengaji.
Sudah, begitu saja,
Dan Panjenengan melanjutkan perjalanan masuk kembali ke masjid.
Saya masih berdiri,
Lega dan malu
Lalu duduk,
Dan bersimpah pada semua rasa yang tak karuan.
Mbah Kyai,
Perkenankan saya memanggil panjenengan, Abah
Sekali saja dalam puisi ini.
Agar rasa kehilangan ini tak begitu menyesakkan karena sesal.
Abah,
Perjalanan panjenengan mengarungi laku hidup di dunia ini mungkin sudah berakhir,
Tapi pemikiran dan khasanah yang panjenengan berikan,
Masih akan terus mengalir pada diri setiap orang yang mengenal panjenengan
Abah,
Gusti Allah sepertinya sudah pengen Panjenengan istirahat,
Dan mengabadikan panjenengan dalam segala kebaikan.
Kangen ini mungkin tak begitu pantas buat saya,
Tapi semoga panjenengan menerima rasa kangen dan kehilangan saya ini.
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi, Wa'fu'anhu.
Alfatihah..
Depok, 16 Maret 2017
Comments
Post a Comment