Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012

Malam Sang Kelelawar

Kepak kelelawar mulai jengah, Karena tak ada satu buah jambupun tersisa malam ini, Dia bukan tidak kebagian, Tapi gersang memaksa sang pohon untuk segera beranjak dari bumi ini. Suara itu begitu sayu, Hingga akhirnya ia bergelantungan dengan perut lapar, dan siap menghabiskan malam. Matanya masih tajam memandang keatas, Dia melihat bulan, tersenyum manis penuh kasih sayang, tapi matanya menangkap ada yang aneh malam ini, kenapa bulan sendiri? kemana sang bintang yang biasanya gemerlap? sepertinya awan juga tak begitu jail menutupinya. Malam jadi semakin sayu, Sepi, tanpa gemerlapnya.. Ia tetap masih mencoba menerawang, mencari kawan dalam kesendirian, Ia tak tahu, atau mungin tak mau tahu, Kalau kawan mereka sudah mati dahulu karena gersang, busung, dan lapar. ia tak akan sadar, bahwa senyum bulan akan menjadi saksi bisu, dalam kelamnya busung yang mengantarnya ke surga.

Purnama Sepi

malam seperti tak pekat, namum nada gemercik air telah mulai gemerciknya berteman nada lain sang angin yang berhembus membuat sebuah melodi malam, harmoni yang menemani bulan. cahaya yang tak redup malam ini, menyapa rerumputan dan dedaunan, untuk membiarkannya berkilau memantulkan cahayamu, Ya, kau datang malam ini, seperti memeluk sepiku dalam kesindirianmu, lalu, dimanakah bintang? apakah dia masih malu dan bersembunyi? Depok, 29 september 2012

(Bukan) Sekedar Mimpi

Malam begitu pekat ketika angin dan kegelapannya membalut lelah yang menjalar keseluruh sendi, aku masih menerawang jauh pada kemungkinan-kemungkinan tanpa bisa tahu berapa probabilitas dari kemungkinan itu. sayup-sayup suara kendaraan yang jauh menjadi berdesing ditelinga karena sepinya malam. membuat bayang-bayang dalam benak menjadi sedikit kabur walaupun ekspektasi itu tetap tak tahu perhitungannya. Sebenarnya aku sangat rindu suara sayap jangkrik yang bergesek seperti yang biasa menemaniku dimalam yang dingin di lereng sumbing itu, tapi perlu ditekankan, aku hanya rindu pada situasinya bukan pada lereng sumbing itu. Kelopak mata mulai terkatup dan terasa berat untuk ditahan dan akhirnya aku pun sudah berpindah alam. Ya, dialam mimpi inilah cerita akan dimulai. Lorong yang sedikit sempit membawaku pada sebuah ruangan luas dan tinggi, aku tertinggal sendiri disana dengan perut yang sangat lapar. Tiba-tiba dia datang dengan senyum manis dan sepotong roti, tapi entah kenapa senyum

Berbicara dengan Tuhan #14

Malam mulai pekat, Mengusir mega-mega merah yang tersisa dari siang Namun, Iya tak meninggalkan gemerlap bintang, Atau sekdar senyum sabit yang terpampang mungil, Aku terpukur, Sendiri berdiam merindu, Seperti rindu api kepada air, Walau ia tahu dirinya akan mati. Entah siapa yang aku rindukan, Tuhankah? atau berhala-berhala dunia itu. Sudah aku tumpahkan resahku pada angin Untuk dibawa dan diceritakan keseluruh alam semesta, Hingga membuatku merasa hampa. Sekarang tinggallah aku sendiri dalam gersang, Dengan mulut menganga, Merindukan teman Bicara yang Haqiqi, Yang tak terbang oleh angin.. Tuhan, izinkanlah hati ini bercerita pada-Mu.. Meluapkan resah dalam dadaku. Depok, 16 september 2012

Berbicara dengan Tuhan #13

Ku cium wangi bau tanah yang kering dan baru saja terguyur air hujan, setelah sekian lama tak tersentuh air. aku termenug, memandang pantulan cahaya-cahaya lampion yang terpantul pada rintik hujan-Mu setelah matahari Kau benamkan di ufuk barat dan memberi giliran pada daerah bagian sebelah sana untuk menerima cahayanya. Tuhan, sepertinya aku juga harus menyiram hatiku yang mulai gersang, layu, seakan tinggal menunggu waktu untuk mati. terlalu banyak waktu yang aku buang dan aku sita hingga aku melupakan-Mu, lupa untuk menancapkan keningku pada rendah tanah, lupa untuk menciumkan bibir dan hidungku pada muka tanah, lupa membungkuk, lupa bersujud. semuanya hanya ruku' buatan, sujud buatan, doa buatan, tanpa pernah iklhlas bertemu dengan-Mu. Tuhan, Mohon terimalah sujudku, sujud hati yang gersang butuh hujan.